Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

John Pieter: Berawal dari Pengepul

Bus/M-1
19/7/2020 05:15
John Pieter: Berawal dari Pengepul
John Pieter(MI/SUMARYANTO BRONTO)

SELAIN menjadi kerajinan tangan, pengolahan sampah plastik yang lebih masif ialah dijadikan kembali bahan baku industri plastik, yakni dijadikan biji plastik. Di insdustri ini, pengusaha bahkan bisa meraih omzet hingga miliaran rupiah per bulan.

Seperti itu pula pengakuan John Pieter yang merupakan pengusaha pengolahan biji plastik beromzet Rp1,2 miliar/ bulan. Hasil produksinya dipasarkan hingga manca negara.

Hadir sebagai narasumber Kick Andy, John mengaku mengawali bisnis sebagai pengepul sampah plastik sejak di bangku kuliah. "Saya lihat di samping nilai eko­nomi sampah itu tinggi, kompetitor saya ketika belum ada yang ber­pendidikan, jadi saya kira per­saingan di sektor ini bisa saya menangkan," ungkap pria yang sempat berkuliah sekaligus di Institut Teknologi Bandung dan di Universitas Padjadjaran.

Ia kemudian mulai mendirikan bilik pengepulan sampahnya sendiri dan mempekerjakan be­berapa pemulung untuk men­dukung usahanya.

"Waktu itu saya lihat bandar beli Rp200 dari pemulung, sementara bandar itu jual Rp1.000 per kilogram. Saya lihat ketidakadilan, kemudian saya berpikir kalau saya beli Rp500, toh saya masih untung Rp500 juga, bukankah saya telah membawa kabar baik untuk pemulung," cerita pria kelahiran Karo, Sumatra Utara, itu.

Keyakinan Pieter akan bisnis sampah terbukti dengan sudah bisa mengumpulkan omset Rp18 juta per bulan di tahun pertama. Pieter yang mengaku hanya berkuliah untuk mencari teman itu pun semakin mantap menekuni usaha.

Saat menceritakan awal kisah hidupnya, Pieter memberi gambaran bahwa pemikiran berbeda dan pemberontak sudah ada sejak kecil. Menjadi anak petani, ia mengaku sangat merasakan kesedihan dan kekecewaan orangtuanya yang selalu mendapat harga jual rendah meski panen mereka bagus.

“Sementara, saya lihat pedagang pupuk dan pedagang hasil tani itu kok kaya, hidup mereka enak. Nah, di situlah saya mulai dendam, saya tidak mau jadi petani," cerita Pieter yang kemudian dititipkan ke saudara di Cirebon akibat orang­tuanya tidak sanggup menghadapi kenakalannya.

Saat di Cirebon itulah Pieter belajar pertama bisnis di rumah teman yang kerap ia jadikan pengungsian ketika tidak tahan dengan didikan keras kerabatnya. Dari belajar bisnis itu, Pieter bisa mengumpulkan biaya kuliah sendiri di Bandung.

Di usia 56 tahun, kini ia makin ya­kin persoalan sampah plastik ini akan menjadi persoalan di masa depan. Sebab itu, butuh lebih ba­nyak orang mau berkecimpung di bisnis yang sesungguhnya memang menjanjikan ini. (Bus/M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
  • Ciptakan Usaha yang Jadi Solusi untuk Masyarakat

    03/11/2024 05:45

    Dewasa ini, sudah banyak bermunculan produk mi instan alami atau mi sehat yang mengeklaim menggunakan bahan-bahan alami dalam proses produksi mereka

  • Beri Peluang Anak Muda untuk Kembangkan Diri

    03/11/2024 05:40

    MASALAH pengangguran hingga saat ini tidak lepas membayangi masyarakat Indonesia.

  • Anak Penjahit yang Jadi Rektor

    13/10/2024 05:30

    Perjalanan perkuliahan Asep tidak mudah. Ia bahkan sempat dipenjara karena menjadi salah satu mahasiswa yang terlibat penyebaran buku putih yang isinya kisah gurita bisnis Presiden Soeharto.

  • Jatuh Bangun Membangun Bisnis di Usia Muda

    29/9/2024 05:30

    Setelah masalah selesai, Fikrang pun menutup bisnis aplikasinya itu, namun dia tidak kapok untuk berbisnis.

  • Drama Kudeta di Kadin

    22/9/2024 05:30

    Arsjad mengatakan sebaiknya kisruh di Kadin bisa diselesaikan secara internal tanpa dipolitisasi lebih jauh.

  • Bule Sabang Merauke

    15/9/2024 05:30

    Media sosial sempat diramaikan video seorang bule yang membantu warga membangun jembatan di Wakatobi, Sulawesi Tenggara.