Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
ALAM semesta penuh dengan miliaran galaksi yang terdistribusi melintasi ruang. Tidak ada yang seragam. Lalu bagaimana struktur di alam semesta terbentuk dan berkembang?
Para peneliti berusaha menjawab misteri itu. Mereka meneliti selama 10 tahun terhadap puluhan ribu galaksi dengan Teleskop Magellan Baade di Las Campanas Observatory Carnegie di Cile. Mereka menerapkan pendekatan anyar pada pengamatan itu.
"Kami punya taktik untuk membuka wawasan baru dan intuitif tentang bagaimana gravitasi mendorong pertumbuhan struktur alam semesta pada masa awal," ujar salah satu peneliti Andrew Benson, seperti dikutip Sciencedaily.
"Ini adalah pengujian langsung berbasis observasi yang menjadi salah pilar kosmologi," tambahnya.
Melalui penelitian bertajuk the Carnegie-Spitzer-IMACS Redshift Survey, para peneliti mempelajari hubungan antara pertumbuhan galaksi dan lingkungan sekitar selama 9 miliar tahun terakhir.
Galaksi pertama terbentuk beberapa ratus juta tahun setelah ledakan besar Big-Bang. Saat itu, alam semesta berbentuk serupa sup panas nan keruh yang berisi partikel energik. Material itu lalu mendingin saat keluar dari ledakan awal. Banyak partikel yang bergabung lalu menjadi gas hidrogen netral.
Beberapa material bergabung dan membentuk tambalan lebih padat daripada yang lain. Gravitasi membuat gabungan material itu keluar dari zona ledakan. Saat terlempar keluar, beberapa bagian gabungan material itu terjatuh. Rontokan material itulah yang akhirnya membentuk gumpalan struktur pertama di kosmos.
Perbedaan kepadatan yang memungkinkan perbedaan struktur menjadi topik klasik yang menarik bagi ilmuwan. Namun, sampai sekarang, astrolog masih mendapati kendala matematis untuk memodelkan bagaimana struktur tumbuh di alam semesta selama 13 miliar tahun terakhir.
"Interaksi gravitasi yang terjadi antara semua partikel di alam semesta terlalu kompleks untuk dijelaskan dengan matematika sederhana," kata Benson.
Akhirnya, para astronom menggunakan simulasi komputer untuk memodelkan semua interaksi antargalaksi secara numerik. Namun, tidak semua interaksi antara semua partikel dapat dimodelkan, terutama yang dianggap terlalu rumit.
"Tujuan utama survei kami adalah untuk menghitung massa bintang-bintang yang ditemukan dalam banyak sekali galaksi jauh. Kemudian menggunakan informasi itu untuk merumuskan pendekatan baru guna memahami bagaimana struktur terbentuk di alam semesta," jelas ketua tim peneliti Daniel Kelson.
Hasil pemodelan menunjukkan, struktur lebih padat menggalami pertumbuhan lebih cepat dibanding struktur yang kurang padat. Dari hasil pemodelan, mereka memerkirakan pendistribusian struktur dan tingkat pertumbuhan fluktuasi kepadatan hingga akhirnya menjadi struktur berskala besar yang menentukan distribusi galaksi saat ini.
Hasil studi itu mampu memberikan deskripsi sederhana namun akurat tentang mengapa dan bagaimana fluktuasi kepadatan mampu menumbuhkan struktur di alam semesta. "Pendekatan itu sederhana, namun sangat elegan," tambah Kelson.
Temuan itu tidak akan mungkin terjadi tanpa malam pengamatan yang luar biasa panjang di Las Campanas. (M-4)
Pramono Anung mengungkap terkait update terbaru Planetarium yang hingga kini belum beroperasi untuk umum sejak direvitalisasi pada 2021 lalu.
Gedung pertunjukan simulasi benda langit Planetarium Jakarta di Taman Ismail Marzuki (TIM) sampai saat ini masih ditutup sejak 2020. Penutupan terjadi karena adanya dualisme pengelolaan.
Planetarium UIN Walisongo di Semarang, Jawa Tengah, adalah planetarium terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara, serta planetarium universitas terbesar ketiga di dunia.
Meskipun gratis, Iman mengatakan kegiatan ini digelar secara terbatas. Setiap kegiatan hanya dapat menampung 100-150 peserta.
Semoga dengan terlaksananya Pekan Astronomi dapat memberikan manfaat untuk dunia pendidikan dan juga kebudayaan.
Masih terkendala proses pergantian star ball atau proyektor universal Planetarium yang sudah berusia tua.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved