Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Kartini sang Anak Zaman

Abdillah Marzuqi
22/4/2020 08:00
Kartini sang Anak Zaman
Wisatawan mengunjungi Museum RA Kartini di jalan Alun-alun Kota Jepara, Jawa Tengah, Kamis (19/4).(Yusuf Nugroho/Antara)

SOSOK Raden Ajeng Kartini adalah figur emansipatoris. Pahlawan perempuan yang hari kelahirannya diperingati setiap 21 April itu, berjuang untuk kesetaraan bagi kaumnya. Perjuangannya untuk kemerdekaan kaum hawa mendapati momentum ketika semangat dunia sedang berjuang untuk menolak sebutan 'hanya wanita'.

Selain itu, Kartini juga berjuang untuk seluruh anak bangsa. Tidak hanya perempuan, melainkan juga laki-laki. Kartini adalah pejuang kemerdekaan, ketika ia sekaligus menolak perlakuan kolonial yang merendahkan bangsanya.

Dalam artitel yang dimuat di situs Universitas Groningen, Belanda itu, antopolog Cora Vreede-de Stuers menulis dengan jelas kaitan antara Kartini dengan semangat zaman itu dalam artikel berjudul Kartini en De Hollandsche Lelie; emancipatie-idealenin Nederlands-lndië (Kartini dan De Hollandsche Lelie; Cita-Cita Emansipasi di Hindia Belanda) yang diterbitkan pada 1976. De Hollandsche Lelie adalah majalah khusus perempuan progresif yang memperjuangkan hak-hak perempuan.

Dalam artikel itu, terungkap semangat zaman yang saat itu sedang melanda Belanda. Mereka menentang pandangan sebelah mata pada kaum hawa. Para perempuan Belanda menolak untuk disebut dan dianggap 'maareen vrouw' (hanya seorang wanita). Sedangkan Kartini menentang hanya dianggap 'perempuan Jawa'.

"Wanita Belanda menentang pandangan bahwa dia 'maareen vrouw'. Kartini juga sangat terluka oleh cara di mana penguasa Belanda menunjukkan kepada orang Jawa bahwa mereka 'hanya orang Jawa'," ungkap Cora.

Dalam pembacaan itulah, Kartini menemukan kesamaan semangat dengan para perempuan Belanda yang menuntut pendidikan lebih baik. Hal itu sangat cocok dengan cita-cita emansipasinya. Cora juga mencatat Kartini membaca majalah De Hollandsche Lelie dengan refleksi pada kondisi bangsanya. Artinya, ia tidak hendak menelan mentah unsur asing, melainkan menyintesakan dengan lingkungannya. Hal itu membuatnya lebih dari sekedar semangat emansipasi wanita, yakni memerdekakan rekan sebangsanya.

"Tetapi, dan dalam hal ini, ia melampaui tujuan teman-teman Belanda-nya. Kartini mengaitkan emansipasi perempuan dengan tujuan rakyat Indonesia," jelas Cora.

Digambarkan Cora, surat-surat Kartini penuh dengan kemarahan atas perlakuan pedih yang diterima rekan sebangsanya dari beberapa pejabat pemerintah Belanda. Kartini sadar bahwa cita-citanya lebih besar yakni emansipasi seluruh rakyat.

"Dalam hal ini, Kartini merasa terhubung dengan rekan pria senegaranya. Perjuangannya untuk emansipasi wanita adalah untuk melayani pembebasan seluruh rakyat," tegas Cora. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto
Berita Lainnya