Headline
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.
JIKA dalam jagat wayang diberlakukan Undang-Undang (UU) Ketahanan Keluarga, barangkali Arjuna salah satu warga yang banyak tersandung pasal. Kenapa demikian? Ia merupakan tipe suami yang sudah tak terbilang melakukan ‘kekerasan’ dalam rumah tangga.
Arjuna bisa dinilai tidak bertanggung jawab sebagaimana mestinya seorang suami. Namun, anehnya tidak satu pun dari belasan istrinya yang sah minta berpisah. Mereka tetap setia sepanjang hayat. Pun, para keturunannya kendati bapaknya tidak turut menggulawentah, mereka bangga dan hormat kepada ayahnya.
Pendek kata, meskipun tiada UU Ketahanan Keluarga, rumah tangga Arjuna dengan semua istrinya terjaga, terpelihara, dan lestari keutuhannya. Tidak pernah terjadi percekcokan keluarga, mereka rukun dan bahagia.
Asmaragama
Arjuna ialah anak ketiga dalam keluarga Pandawa. Nama kecilnya ialah Raden Permadi. Ia putra kandung mendiang Raja Astina Prabu Pandudewanata dari istri pertama, Kunti Talibrata. Permadi memiliki dua kakak laki-laki seayah-seibu, yakni Puntadewa dan Bratasena. Selain keduanya, Permadi memiliki dua adik laki-laki dari ibu berbeda, yakni Nakula dan Sadewa. Anak kembar itu lahir dari rahim Madrim.
Arjuna merupakan pria bersahaja, jujur, sopan, dan beretika. Selain itu, ia juga kondang sebagai kesatria yang berwatak teteg (kukuh), tatag (tidak waswas), tanggap (mengerti), tangguh (kuat), tanggon (dapat diandalkan), dan tutug (tuntas).
Di antara saudaranya, Arjuna juga dikenal sebagai kesatria yang gemar lelana brata (berkelana) dan menjalani laku prihatin. Kesenangannya ‘menyepi’ itu sudah ia jalani sejak remaja, terutama sejak Pandawa terusir dari Istana Astina akibat keserakahan sepupunya, Kurawa.
Kegemarannya berkelana meninggalkan Kesatrian Madukara selalu untuk mencari ilmu dan mengasah diri secara lahir dan batin. Jangkauannya hingga keluar dari wilayah Negara Amarta. Misalnya, ia pernah menjadi siswa Begawan Padmanaba di Padepokan Untarayana. Arjuna juga pernah berguru kepada Begawan Wilawuk di Pedepokan Pringcendani.
Jauh sebelumnya, bersama saudaranya, ia menjadi murid Resi Durna di Padepokan Sokalima. Dari didikan gurunya ini, Arjuna sangat mahir menggunakan senjata, terutama dalam memanah. Ia menguasai teknik naracabala atau pacarwutah. Dengan keterampilannya ini, anak panah yang ia lepaskan dari gendewanya bisa bertambah bak deret ukur.
Di sisi lain, dari genturnya berguru, Arjuna juga menguasai berbagai ilmu wingit, di antaranya panglimunan, tunggengmaya, sepiangin, mayabumi, pengasih, dan asmaragama. Ilmu yang terakhir itu kerap dikaitkan dengan banyaknya perempuan yang jatuh hati kepadanya.
Asmaragama terdiri atas dua kata, asmara yang berarti cinta dan gama yang artinya ajaran. Jadi, asmaragama bisa diartikan ajaran percintaan.
Dari berbagai referensi, setidaknya Arjuna memiliki 18 istri. Mereka bukan saja para perempuan jelita di marcapada, seperti Sembadra, Srikandi, Sulastri, Larasati, dan Manuhara, melainkan juga para bidadari kahyangan. Di antaranya, Bathari Dresanala, Bathari Wilutama, dan Bathari Supraba. Ketiganya termasuk bidadari terdepan (elite) kahyangan yang digilai banyak titah.
Tidak mendidik
Istri-istri Arjuna tidak hidup bersama dalam satu rumah di Madukara. Sebagian besar berada di tempat tinggalnya masing-masing (orangtuanya). Hanya beberapa yang serumah dengan Arjuna, di antaranya Sembadra, Larasati, dan Srikandi.
Meskipun satu atap, Sembadra dan maru-nya--perempuan lain yang juga menjadi istri suaminya--pun jarang runtang-runtung bersama Arjuna karena sang suami kerap meninggalkan kesatrian. Namun, kondisi demikian itu tidak membuat para istrinya kecewa, protes, lalu purik atau kembali ke rumah orangtuanya.
Lalu, bagaimana dengan istri-istri Arjuna yang tinggal di luar Madukara, bahkan yang sudah tidak lagi dinafkahi lahir dan batinnya? Ternyata mereka pun bisa berlapang dada, menerima adanya. Mereka bisa menjaga diri dan tidak pernah sekulit ari pun tergoda pria lain.
Sepertinya, status sebagai istri Arjuna saja sudah cukup membahagiakan. Tidak ada yang menuntut hak-haknya sebagai istri. Mereka tekun, ikhlas, dan sabar mendidik anaknya tanpa peran suami. Malah segala kebutuhan hidup, mereka penuhi sendiri. Mereka mahfum sebagai pendamping kesatria berpredikat Lelananging Jagat.
Oleh karena itu, banyak kisah anak mencari Arjuna, bapaknya. Sebaliknya, mungkin saking banyaknya istri dan tinggal di tempat yang berbeda-beda, Arjuna tidak paham anak-anaknya. Tahu-tahu ia bertemu putra-putrinya saat sudah besar, bahkan ada yang dewasa.
Misalnya, Abimanyu sebagai anak Sembadra, masa kecilnya hingga remaja tidak banyak disentuh Arjuna. Sejak kecil, anak itu bersama ibunya di Dwarawati, yang merupakan negara uaknya, Prabu Sri Bathara Kresna.
Perilaku Arjuna yang tidak acuh juga terjadi pada keturunannya dari istrinya yang tinggal di kahyangan. Salah satunya Wisanggeni. Hingga dewasa, ia bersama ibunya, Dresanala, tinggal di Kahyangan Daksinapati.
Kemudian dengan Supraba, Arjuna memiliki putra bernama Prabakusuma alias Priyambada. Anak itu lahir di Kahyangan Kainderan saat Arjuna menjadi raja di Suralaya, bergelar Prabu Karitin. Jabatan itu didapat setelah Arjuna berjasa mengembalikan ketenteraman kahyangan dengan membinasakan satru dewa, Niwatakawaca, raja raksasa dari Manikmantaka.
Nasib anaknya yang lain yang juga tidak pernah dibesarkan Arjuna ialah Bambang Irawan. Anak ini lahir dari rahim Dewi Ulupi. Sejak melihat dunia fana hingga dewasa, Irawan tinggal bersama ibunya dan kakeknya (Begawan Kanwa) di Pertapaan Yasarata.
Masih banyak putra Arjuna yang tercecer di berbagai tempat, sebutlah Sumitra, Bratalaras, Kumaladewa, Kumalasakti, Wilugangga, Pregiwa, Pregiwati, Wijarnaka, Antakawulan, dan Bambang Sumbada. Di antara mereka malah ada yang tidak mengenal atau dikenali Arjuna.
Pengorbanan hidup
Meskipun kehidupan keluarga Arjuna tampak ‘amburadul’, biduk rumah tangganya tidak sampai pecah atau kandas. Eloknya, semua anak-anaknya menjadi kesatria yang disegani. Mereka bak mewarisi kualitas bapaknya, baik secara lahir maupun batin, walau tidak pernah mendidiknya.
Pertanyaannya, mengapa tanpa UU Ketahanan Keluarga, rumah tangga Arjuna, suami yang terkesan sesuka-sukanya itu, tetap baik-baik saja? Barangkali karena adanya komitmen. Mereka pun saling memahami kondisi masing-masing. Hak-haknya tidak diletakkan (dituntut) di depan, tapi tanggung jawab dan kewajiban yang justru dikedepankan.
Semua istrinya mafhum konsekuensi sebagai pendamping Arjuna yang kodratnya merupakan kesatria yang tugas mulianya memayu hayuning bawana, menegakkan keadilan dan ketenteraman jagat. Inilah pengorbanan dan pengabdian hidup Arjuna sampai keteteran mengurus rumah tangganya. (M-2)
ADA kata-kata bijak, ‘pemimpin itu juga guru’. Maknanya, pemimpin semestinya juga berjiwa pendidik karena ucapan, sikap, dan perilakunya harus bisa menjadi contoh.
DALAM kearifan lokal kita ada ungkapan lengser keprabon madeg pandhita ratu. Arti harfiahnya turun takhta menjadi petapa.
ANOMAN terbengong-bengong ketika mendapati pagar di laut sepanjang lepas pantai daratan luas. Tidak diketahui siapa yang membuat dan apa maksudnya.
PERNYATAAN Presiden Prabowo Subianto agar jangan takut deforestasi serta menyamakan sawit dengan tumbuhan hutan karena daunnya sama-sama hijau dan menyerap karbon menuai kritik.
MUNGKIN karena tubuhnya kurang sempurna dan posisi dalam keluarga sebagai anak buncit, Kalabendana seperti tidak pernah mendapat tempat
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved