Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Trauma May, Trauma Kita

Abdillah Marzuqi
09/5/2019 22:07
Trauma May, Trauma Kita
Salah satu adegan film 27 Steps of May.(www.27stepsofmay.com)

Tidak banyak film Indonesia yang bisa begitu membius penonton dengan kekuatan naskah. Film 27 Steps of May ialah salah satunya.

Tokoh utama mendapati porsi dialog yang nyaris tidak ada. Kesuksesan peran bertumpu pada pendalaman karakter, ekspresi dan bahasa tubuh. Sepanjang durasi pemutaran, dialog antartokoh hanya dilakukan seperlunya. Suasana penuh tekanan betul-betul menyeruak dari layar. Penonton dipaksa untuk turut bersentuhan dengan kepedihan yang ada dalam ruang film.

Tidak hanya perkara teknis yang rapi dan akting yang menawan, film itu juga membawa tema orisinal dan penting. Kekerasan seksual yang kerap dianggap miring, hingga korban pun tidak mendapat perlakuan layak.

Film 27 Steps of May disutradarai Ravi Bharwani berpadu dengan penulis naskah Rayya Makarim. Keduanya juga tercatat sebagai produser, bersama Wilza Lubis. Film ditangani oleh rumah produksi Green Glow Pictures yang bekerja sama dengan Go Studio.

Kisah bermula ketika May (Raihaanun Soeriaatmadja) pulang dari pasar malam. Ia berjalan sendirian dengan sisa kegembiraan. Ia masih berseragam sekolah. Usianya baru 14 tahun. Tawa selepas pasar malam itu rupanya menjadi kebahagiaan terakhir.

Ketika melewati area sepi, sekelompok pria berbadan besar menyergapnya masuk ke sebuah gudang. May kalah, meski sudah berusaha sekuat tenaga untuk meloloskan diri. Kedua tangan dan kakinya diikat ke kaki-kaki meja tempat May dibaringkan paksa. May disiksa lalu diperkosa secara bergantian. May berjalan pulang dari tempat kejadian. Seragam sekolah koyak di beberapa bagian, noda darah mengotori baju putihnya.

Sejak itu, May tidak lagi mengucap sepatahpun kata. Selama delapan tahun, May tak mau keluar dari kamar, apalagi rumah. Trauma itu sangat dalam hingga May tidak mau bersentuhan dengan orang lain. Sedikit saja tidak nyaman, kenangan pahit itu muncul. May lalu buru-buru mengunci diri di toilet seraya membawa silet.

May menjalani hidup dengan membuat boneka. Bapak membantu menjualkannya. Bapak merasa bersalah karena tidak mampu menjadi pelindung yang baik bagi sang anak. Bapak melampiaskan rasa frustrasinya dengan bertarung. Semakin bapak tertekan melihat kondisi May, semakin bapak menjadi petarung tanpa ampun.

Sampai akhirnya seorang pesulap (Ario Bayu) pindah ke rumah sebelah dan menciptakan celah kecil di dinding pelindung milik May. Pesulap itu membangkitkan rasa ingin tahu May, yang kemudian membangkitkan emosinya dan membebaskan dirinya untuk melangkah maju.

Film drama ini mampu meyuguhkan kesan dalam. Sepanjang 112 menit durasi penayangan, waktu seolah berjalan lambat. Penonton bisa merasakan cekaman perasaan tertekan dan bergidik dari adegan di layar. Sutradara sukses menyeret penonton masuk dalam ruang dalam film. Penonton disuguhkan realitas film yang terasa nyata.

Adegan punya tingkat kesulitan tertentu ketika dimainkan pada latar yang minim. Gambar harus tetap hidup meski bercerita tentang rutinitas dan penggulangan. Tidak mudah menghadirkan detail dalam kamar May. Begitupula tidak mudah mengaitkan May dengan pesulap. Segala detail diberi ruang. Adegan rutinitas May dilakukan dengan saksama, dari mulai olahraga, menyetrika baju, hingga menata rambut. Tidak terburu-buru. Justru kedalaman yang dituju.

Pemeran menjadi menjadi kunci dalam film ini. Mereka memegang peranan besar untuk bisa menerjemahkan pesan film. Tidak banyak dialog. Para pemeran sedikit berpijak pada kata, lebih banyak bicara dengan ekspresi dan ketubuhan. Hasilnya, Raihanuun dan Lukman Sardi tidak hanya sukses menransfer pesan, tetapi juga menanamkan kesan.

Meski demikian, mengganjal untuk membuka film ini dengan kepang dua rambut Raihanuun ala anak sekolah. Patut dipikirkan ulang untuk menampilkan citra Raihanuun sebagai anak sekolah tanpa harus terjebak pada penanda yang kaku.

Terlepas hal itu, film 27 Steps of May kini masih tayang di beberapa bioskop, di beberapa kota besar. Lekas tonton, sebelum May melangkah pergi. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra
Berita Lainnya