Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Dua Hari di Kepala Burung

Suryani Wandari Putri Pertiwi
05/5/2019 09:00
Dua Hari di Kepala Burung
Burung Cendrawasih yang lazim dijumpai di kawasan Tambrauw, Papua Barat.(Dok. Kemenpar)

KELUAR dari Bandara Rendani di Manokwari, Papua Barat, awal Maret, deretan mobil off-road 4 x 4 double cabin telah menanti kedatangan saya bersama rombongan Kementerian Pariwisata. Melihat mobil yang kekar itu, di benak saya segera terbayang betapa seru dan berlikunya perjalanan kami menuju Tambrauw.

Tambrauw ialah salah satu kabupaten di Papua Barat. Jika dilihat dari peta, wilayah ini tepat berada di bagian 'kepala burung'. Ternyata dugaan saya tidak meleset. Perjalanan darat untuk mencapai Tambrauw memang tak santai, tapi sangat asyik. Selama di jalan, mata saya puas menikmati corak alam Tambrauw dengan medannya yang sedikit berbatu, dari penampakan pegunungan yang berhias kabut, deretan bukit, hutan, hingga sungai dan sabana.

Banyak orang awam mungkin belum familier dengan keberadaan Kabupaten Tambrauw. Namun, kabupaten dengan 29 distrik itu belakangan mulai membuka diri sebagai kompetitor Raja Ampat, dengan menawarkan ragam destinasi komplet sebagai pilihan berlibur, dari air terjun, island hopping, trekking di sabana, hingga pengamatan burung.

Setelah rehat di Distrik Kebar, kami melanjutkan perjalanan menuju Desa Siakwa, Distrik Miah, tempat destinasi pertama kami, Air Terjun Anenderat. Karena datang pascahujan, arus air di sungai selebar 15 meter yang harus kami lewati terbilang kencang, dengan tinggi mencapai paha. Untunglah ada penduduk sekitar yang sigap memberi bantuan.

"Biasanya air sungainya hanya sebatas mata kaki," kata salah satu dari mereka sembari menuntun saya menyeberangi sungai.

BACA JUGA: Bertamu ke Rumah Dugong

Pertualangan menuju air terjun belum selesai karena masih ada sekitar 300 meter mendaki dengan kondisi tanah curam nan licin. Tak ada tangga permanen, yang ada ialah pegangan dari tumbuhan seadanya. Namun, setelah melalui itu, kita akan berhadapan dengan air terjun yang punya ketinggian sekitar 200 meter. Percikan airnya sungguh menyegarkan wajah saya. Penat pun berangsur hilang selagi saya dan rombongan bermain air.

Konon, Anenderat memiliki tujuh tingkatan, bahkan lebih. Tak ada yang mengetahui pasti jumlahnya karena kepercayaan warga sekitar yang melarang warganya menapaki tingkatan tertinggi.

Kami tak bisa berlama-lama menikmati air terjun tersebut karena hendak mengejar senja. Bukit Sontiri ialah tujuan kami berikut. Di atas bukit yang tak jauh dari mes tempat kami menginap, terlihat jelas sang surya yang bergulir tenggelam. Langit oranye dengan awan yang cerah menemani kami menikmati sore di perbukitan yang dikenal warga sekitar sebagai bukit Teletubbies.

 

Tank di dalam hutan

Keesokan harinya, kami kembali melakukan trekking menuju tengah hutan. Namun, tidak seperti trek menuju Air Terjun Anendrat yang curam, trek yang kami lewati hari ini sedikit lebih datar.

Sembari menyibak-nyibakkan dedaunan dan semak di antara kaki dan depan pandangan, perjalanan kami ditemani kicauan burung yang entah berasal dari arah mana. Tak begitu lama, sepasang kaki ini tiba di area tank tengah hutan Distrik Bikar, Kampung Es Mambo. Sungguh tak lazim. Di tengah hutan yang ditumbuhi puluhan jenis tumbuhan yang rimbun, terparkir tank antik berumur puluhan tahun.

Menurut Mesak Metusala Yekwam, Wakil Bupati Tambrauw yang memandu kami, Tambrauw memang pernah menjadi pangkalan militer Amerika Serikat saat Perang Dunia II. "Untuk mempersiapkan perang, sekutu membawa tank dan helikopter ke Tambrauw, menyembunyikannya di sini," urai Mesak.

Keberadaan tank tersebut memperlihatkan penghargaan warga setempat terhadap sejarah. Bahkan, para warga berinisiatif untuk membangun pos penjagaan menuju destinasi sejarah itu. Setidaknya, ada tiga spot untuk melihat tank. Dua spot berada di Hutan Bikar, dengan spot pertama memiliki empat tank, dan spot kedua ada tiga tank dengan satu helikopter. Adapun spot lainnya berada di permukaan laut. Ke depan, ada rencana pemerintah setempat untuk membuat museum tengah hutan.

"Nantinya dibangun jalan trekking dan dijadikan museum. Ada menara pandang, jadi wisatawan lihat keseluruhan tank dari atas," lanjut Mesak.

 

Burung surga

Destinasi yang disuguhkan Tambrauw memang komplet, bukan hanya pemandangan alamnya yang begitu mengagumkan, melainkan juga pertulangan yang menegangkan. Salah satunya bertemu dengan fauna khas Papua bernama latin Paradisaeidae, alias cenderawasih.

Saya anggap menegangkan karena untuk bertemu burung jenis ini kami harus menuju sarangnya di Distrik Miyah dan blusukan di antara pepohonan rindang, mendaki sejauh 400 meter tanpa satu pun anak tangga, kemudian menunggu di area bird watch.

Selama itu pula kami harus diam tanpa suara. Bahkan, sebelumnya pun kami sudah diperingatkan untuk tidak memakai wewangian dan berpakaian terang agar sang burung surga itu mau mendekat.

Tidak kurang dari satu jam menunggu, akhirnya terlihatlah burung-burung yang memiliki warna cokelat dan kuning cerah itu. Walau hanya bisa menyaksikan mereka dari kejauhan, sungguh puas rasanya telah berjumpa langsung dengan satwa eksotis tersebut. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik