Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

Mendaki Gunung, Jangan Jadikan Sekadar Tren

Galih Agus Saputra
10/4/2019 18:27
Mendaki Gunung, Jangan Jadikan Sekadar Tren
Suasana pendakian di kawasan Pegunungan Sudirman, Papua.(MI/BriyanB Hendro)

Dewasa ini, kegiatan mendaki gunung telah menjadi tren di Tanah Air, khususnya di kalangan generasi muda. Namun, sayangnya, antusiasme yang tinggi terhadap kegiatan mendaki gunung itu kadang tidak dibarengi dengan upaya pemahaman terhadap prosedur keselamatan.

Ada beberapa kasus yang menunjukkan sejumlah pendaki gunung di Indonesia harus meregang nyawa karena berbagai insiden saat pendakian. Pada 2017 saja, paling tidak ada tujuh kasus yang perlu diingat. Contohnya, dua mahasiswa UII Yogyakarta yang meninggal pasca mengikuti pendidikan dasar pecinta alam di Gunung Lawu, Temanggung, Jawa Tengah. Lalu, ada dua mahasiswa Universitas Halu Oloe yang meninggal di Gunung Mekongga, Sulawesi Tenggara karena hipotermia. Bahkan, ada pula pendaki asal Jerman yang pada Agustus 2017, jatuh ke dalam jurang dengan ketinggian 15 meter di Gunung Agung, Karangasem.

Persoalan keamanan tersebut baru-baru ini dibahas dalam diskusi yang dihadiri Sekjen Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI), Rakhman Mukhlis, Kabid Litbang APGI Ade Wahyudi, dan Kabid 3K Federasi Mountaineering Indonesia (FMI) Iqbal EM, di acara Deep & Extreme Indonesia 2019, Jakarta, Kamis (4/4).

Dalam kegiatan tersebut, dihadirkan pula travelblogger dan Anggota Mapala UI, Satya Winnie, serta pencapai Puncak Jaya termuda di dunia, Khansa Syahlaa. Khansa, yang kini berusia 13 tahun, sudah mendaki kurang lebih 20 gunung di Indonesia. Ia bahkan pernah memuncaki Gunung Kilimanjaro di Afrika Selatan, dan Gunung Elbrus di Rusia. Bagi Khansa, seorang pendaki gunung yang baik itu harus dapat mempersiapkan segala macam keperluan, mulai dari kesehatan hingga peralatan.
"Soal kesehatan biasanya saya rutin berenang, bersepeda, sama tentunya naik gunung. Semua peralatan harus siap dari ujung kaki hingga kepala, jadi semuanya harus memadai, lengkap, dan harus yang bagus karena peralatan yang bagus memengaruhi keselamatan," tutur pendaki belia yang perdana mendaki pada usia 5 tahun.

Satya menambahkan, di samping kesehatan dan peralatan, mental pendaki juga harus disiapkan, jauh sebelum mendaki gunung. Pasalnya, ketika seseorang berkegiatan di alam, ia dapat bertemu berbagai macam hal yang tidak dinginkan, kapan saja.

Sementara itu, Ade mengemukakan, ada baiknya para pendaki pemula mengetahui beberapa hal teknis seperti navigasi, kondisi medan dan cuaca, dan sebagainya. Jika ingin memanfaatkan jasa pemandu, ia menyarankan untuk memilih pemandu yang telah tersertifikasi agar dapat memperoleh pelayanan secara menyeluruh mulai dari penunjuk jalan, pengangkut barang, juru masak, dan yang tidak kalah penting adalah pertolongan medis jika dihadapkan pada kondisi yang tidak diharapkan.

"Ada beberapa level untuk pemandu pendaki yang sudah tersertifikasi, mulai dari Level I atau Muda, hingga Level Ahli yang diperkenankan untuk memandu di seluruh gunung yang ada di Indonesia," katanya.

Kode Keselamatan
Menyoal pertolongan medis, Iqbal dari FMI mengatakan, dewasa ini ada metode yang disebut Dukungan Dasar Bertahan Hidup di Gunung (Basic Mountain Live Support) Tropis yang sesuai dengan kondisi di Indonesia. Pemahaman akan kondisi alam tersebut penting karena setiap medan memiliki risiko masing-masing.

"Sebagai contoh, di Carstensz Papua, risiko yang biasa dijumpai ialah malaria. Nah, teman-teman yang bermain di sini tentu harus tahu bagaimana cara mengobatinya," tuturnya.

Menurut Iqbal, pengetahuan dasar dari Mountain Live Support sebenarnya ada dua, yaitu trauma dan hipotermia. Dua hal itu sering terjadi baik di daerah tropis maupun yang bersalju sehingga para petualang harus tahu bagaimana cara penanggulangannya. "Kalau di FMI sendiri selama ini mengenal tiga unsur, yaitu Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan (3K)," terang Iqbal.

BACA JUGA: Mau Hiking? Perlu Tahu Dulu Kode Ini

Sebagai pamungkas, Rahman dari APGI mengemukakan, Indonesia telah memiliki Panduan Keselamatan Mendaki Gunung Indonesia (Indonesia Mountain Traveler Safety Code), yang beberapa waktu lalu telah ia susun bersama para pemangku kepentingan aktivitas mountaineering. Secara keseluruhan, panduan tersebut terdiri dari kompetensi, pengetahuan, keterampilan dan sikap, atau yang kemudian disebut dengan Good Plan, Good Action, to The Peak.

"Sekarang kita sudah punya panduan keselamatan. Lalu apa berikutnya? Kita tahu pendaki gunung tidak selalu berangkat dari teman-teman di organisasi pecinta alam, tapi juga masyarakat umum. Oleh karena itu kita akan sosialisasikan secara langsung misalnya diskusi di kampus, komunitas, dan lewat sosial media. Panduan yang telah disusun itu akan dibuat dalam bentuk Juklak dan Juknis, yang nantinya dapat dibagikan dalam bentuk pelatihan," terang Rahman. (M-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra
Berita Lainnya