Headline

Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.

Indonesia Masih Tertinggal dalam Adopsi AI di Sektor Keuangan

 Gana Buana
16/7/2025 17:02
Indonesia Masih Tertinggal dalam Adopsi AI di Sektor Keuangan
Penerapan AI di sektor jasa keuangan(Freepik)

INDONESIA masih tertinggal dalam penerapan kecerdasan buatan (AI) di sektor keuangan. Meskipun beberapa bank besar sudah memanfaatkan teknologi ini, banyak pelaku industri yang masih ragu dan tak tahu bagaimana memulai.

Presiden Direktur PT Sarana Pactindo atau PAC Sutjahyo Budiman, menyampaikan, adopsi AI sudah menjadi kebutuhan mendesak untuk menjaga daya saing Indonesia di tengah persaingan global yang semakin ketat.

"AI sudah bukan lagi pilihan, tapi kewajiban. Jika kita tidak segera beradaptasi, kita akan tertinggal jauh dari negara lain," ungkap Sutjahyo dalam diskusi Digital Shift into AI: Vision to Value, The App, Security, and AI Conference 2025 di Jakarta, Rabu (16/7).

Sejak 2017, ia melihat bahwa kebutuhan akan AI di sektor finansial semakin jelas. Namun, di sisi lain, banyak pelaku industri yang terhambat oleh ketakutan akan biaya tinggi dan ketidakpahaman tentang cara mengimplementasikannya.

Ketertinggalan yang Merugikan: Banyak Bank Masih Ragu

Sutjahyo menyoroti, meskipun lima bank besar di Indonesia sudah mengadopsi AI untuk deteksi penipuan dan efisiensi operasional, banyak bank lainnya masih terjebak dalam kebingungannya.

"Beberapa bank besar sudah mulai, tapi banyak yang masih ragu, nggak tahu harus mulai dari mana. Mereka juga takut AI itu mahal," ujarnya.

Padahal, menurutnya, solusi AI kini sudah lebih terjangkau dan mudah diakses, baik dari segi harga maupun implementasi, berkat dukungan dari penyedia layanan seperti AWS.

Namun, ketidaksiapan untuk mengadopsi AI bukan hanya soal biaya, tetapi juga terkait dengan kesiapan sumber daya manusia (SDM).

"SDM yang paham tentang AI masih sangat terbatas di Indonesia. Tapi Indonesia cepat beradaptasi. Dulu kekurangan programmer, sekarang sudah banyak. Hanya masalah waktu," jelasnya.

Meski demikian, ia menekankan pentingnya akselerasi pelatihan dan pendidikan yang lebih masif agar tenaga kerja Indonesia tidak tertinggal.

Fraud Detection: Kelemahan Sistem Manusia Terhadap Kecepatan Penipuan

Salah satu aplikasi paling mendesak dari AI di sektor keuangan adalah deteksi penipuan atau fraud detection. Seiring dengan peningkatan transaksi digital yang masif, AI menjadi kunci untuk menjaga keamanan sistem keuangan.

"Dalam satu menit, bisa ada transaksi penipuan mencapai 5 miliar rupiah, dengan 2000 transaksi yang perlu diperiksa. Itu sudah tidak bisa ditangani dengan cara manual," jelasnya lagi.

Menurutnya, AI dapat meningkatkan efisiensi deteksi penipuan dengan mengurangi false alert dan meningkatkan akurasi hingga 85 hingga 90%. Sementara itu, dengan sistem manual, banyak transaksi berisiko terlewatkan, mengancam integritas sistem keuangan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis regulasi yang mewajibkan setiap bank memiliki roadmap untuk mengadopsi AI. Meskipun ini langkah positif, menurut sumber tersebut, regulasi ini datang terlambat dan masih belum cukup mendorong akselerasi adopsi teknologi di industri.

"Pemerintah sudah mulai serius, tapi kita sudah terlalu jauh tertinggal. Negara lain seperti Cina dan Amerika sudah lebih dulu memanfaatkan AI di sektor finansial mereka," ujarnya.

Pemerintah juga diharapkan memberikan dukungan lebih kepada perusahaan kelas menengah yang merasa kesulitan untuk memulai adopsi AI.

"Burden utama bagi perusahaan-perusahaan ini adalah biaya dan kerumitan memulai. Jika pemerintah bisa membantu dengan biaya dan pelatihan, mereka akan lebih cepat tergerak untuk mengadopsi teknologi ini," tambahnya.

Meningkatkan Efisiensi Bisnis dan Hemat Biaya

Di balik tantangan-tantangan ini, AI sebenarnya menawarkan potensi besar untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya di sektor keuangan. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah corporate intelligence, di mana AI membantu perusahaan mengelola pengetahuan internal dengan cara yang lebih efisien.

Dengan AI, informasi yang tersebar di berbagai departemen dapat dikumpulkan menjadi satu sumber yang bisa diakses kapan saja, memudahkan pengambilan keputusan dan meningkatkan produktivitas.

Namun, meskipun solusi-solusi seperti ini dapat membawa perubahan besar, kenyataannya masih banyak perusahaan yang enggan berinvestasi dalam AI. Padahal, biaya untuk mengimplementasikan teknologi ini tidak lagi setinggi dulu, dengan harga yang kini jauh lebih terjangkau.

PAC menargetkan hingga 25 perusahaan di sektor keuangan dapat mengadopsi corporate intelligence pada akhir tahun ini. Meski terkesan ambisius, hal ini dianggap sebagai langkah awal untuk mendorong industri lain mengikuti jejak tersebut.

“Kami berharap target ini bisa tercapai, meskipun kami tahu bahwa masih banyak yang ragu untuk melangkah ke dunia AI,” tandas dia. (Z-10)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana
Berita Lainnya