Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Layanan Fixed Broadband Makin Diminati, Operator Diminta tak Hanya Fokus Pada Instrumen Harga

Mediaindonesia.com
25/10/2022 20:22
Layanan Fixed Broadband Makin Diminati, Operator Diminta tak Hanya Fokus Pada Instrumen Harga
Ilustrasi jaringan internet(Freepik.com)

MAKIN besarnya kebutuhan terhadap internet, terutama didorong oleh pengguna ponsel, membuat kompetisi antar operator selular berujung pada permainan harga. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebut, tarif selular di Indonesia paling murah se-Asia Tenggara.

Murahnya tarif internet membuat kecepatan jaringan internet menjadi lambat. Kemenkominfo menyebut kecepatan internet di Indonesia rangking 110 di dunia dengan kecepatan sekitar 21 Mbps, di bawah Kamboja dan Myanmar.

Penggunaan data di Indonesia bukan hanya ditopang jaringan selular, ada juga pengguna layanan serat optik (fixed broadband/FBB)). Namun, baru 14,5% dari 210 juta pengguna internet pada 2022 yang menggunakan layanan fixed broadband. Hal itu membuat peluang pasar penyedia FBB terbuka lebar.

Saat ini terdapat sejumlah pemain utama. Seperti IndiHome, First Media, Biznet, MyRepublic, MNC Play, CBN, Link Net, dan Oxygen. 

Operator selular juga punya layanan sejenis, seperti XL Home (XL Axiata) dan HiFi (Indosat Ooredoo Hutchison). PLN juga sudah menyatakan terjun ke bisnis ini dengan bendera Iconnet. Belakangan, demi memperkuat fondasi bisnis ini, XL Axiata mengakuisisi First Media dari Lippo Group.

"Persaingan ketat antar pemain fixed broadband menjadikan harga sebagai instrumen utama memenangkan pasar. Dengan ratusan penyelenggara yang ada di bisnis ini, potensi munculnya perang tarif, dapat saja terjadi," ujar CEO Selular Uday Rayana dalam diskusi di Jakarta, Selasa (25/10).

Padahal menurut Uday, pembangunan infrastruktur penyediaan akses internet tidaklah murah. Sejumlah pemerintah daerah bahkan memungut tarif kepada penyedia jasa internet yang akan membangun infrastruktur jaringan. 

Di sisi lain perizinan yang diberlakukan dinilai cukup rumit. Padahal akses internet kini sudah menjadi kebutuhan utama masyarakat. Sehingga seharusnya penyedia jaringan diberikan keleluasaan. 

Meski persaingan kini menjurus ketat, Uday berharap agar penyedia jasa fixed broadband tidak semata mengandalkan tarif murah sebagai instrumen utama dalam menarik pelanggan. Pasalnya, tarif murah akan menjadikan industri strategis ini menjadi tidak sehat.

Uday menambahkan, belajar dari persaingan tarif di industri selular yang membuat operator berdarah-darah, maka kunci untuk untuk bisa tetap survive, operator perlu menerapkan tiga strategi secara konsisten. 

Pertama, penerapan tarif harus affordable. Tidak berarti harus murah tapi terjangkau oleh masyarakat. Jika terlalu murah namun tidak wajar, maka selintas bagus untuk konsumen. Namun itu hanya bersifat jangka pendek, karena jangka panjangnya operator terancam bangkrut. 

Baca juga : Oracle Kenalkan Oracle Alloy untuk Bawa Kekuatan Cloud pada Masyarakat

Kedua, harus sustainable. Artinya, industri harus sustain atau berkelanjutan. Operator yang beroperasi harus mampu bertahan. Karena jika collapse, masyarakat juga akan dirugikan atau kualitas layanan bisa menurun. 

Ketiga, harus merata. Artinya, operator harus membangun di semua wilayah sehingga ketersediaan layanan menjadi merata ke seluruh wilayah Indonesia. 

Saat ini kondisinya belum semua operator melakukan pembangunan yang merata, sesuai lisensi yang dimiliki. Padahal akses internet yang merata dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia. 

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Muhammad Arif mengatakan sebagian besar rumah tangga Indonesia sudah atau akan segera memiliki akses ke penyedia layanan broadband tetap yang cepat dan andal. Hal ini tentu saja membuat kompetisi penyedia jaringan internet bahkan tidak hanya di Pulau Jawa.

“Kompetisi sudah meluas sampai ke luar Pulau Jawa, dengan semakin banyaknya peralihan aktivitas masyarakat dari offline ke online,” kata Arif. 

“Meski demikian, perang harga layanan Fixed Broadband masih dalam batas wajar dan APJII sangat mendukung agar pemerintah terus mengawasi dan menjaga iklim kompetisi bisnis FBB yang sehat,” sambungnya.

Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (Mastel) Sarwoto Atmosutarno menyebut untuk Fixed Broadband jaringannya terbuka dan saling terhubung yang membuat pelanggan cenderung bakal survei dahulu mulai ada tidaknya jaringannya hingga kualitasnya sebelum memutuskan berlangganan. Jika sudah berlangganan maka akan sangat sulit untuk beralih ke produk lainnya.

“Untuk menjaga para pelanggannya maka penyedia layanan internet Fixed Broadband harus kreatif. Misalnya menjaga kualitasnya serta menawarkan paket bundling dengan berbagai layanan streaming untuk menjaga pelanggan maupun menggaet pelanggan baru,” tuturnya.

Vice President Marketing Management Telkom E Kurniawan mengungkapkan, saat ini IndiHome telah membentangkan serat optik sepanjang 170.885 kilometer atau setara dengan 4 kali keliling bumi.

"IndiHome terus berupaya untuk mengembangkan peningkatan layanan. Kami menghadirkan berbagai inovasi yang mengutamakan kepuasan pelanggan. Selain program UL:DL dan HSSP, kami juga mengembangkan digitalisasi layanan hingga customer care, Ini menjadi solusi IndiHome kepada pelanggannya yang kebutuhan konsumsi internetnya kian terus meningkat," katanya.

Ia mengungkapkan, IndiHome memiliki cara unik untuk menggaet pelanggan dengan mengusung konsep Window of Entertainment. Misalnya menyediakan konten menarik yang bekerja sama dengan 14 OTT partner seperti Netflix, MOLA, Vidio, WeTV, serta memiliki variasi paket sesuai kebutuhan pelanggan, mulai dari paket 30 Mbps hingga 300 Mbps. (RO/OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya