PERMINTAAN terhadap pusat pengolahan data atau data center meningkat seiring melonjaknya penggunaan perangkat lunak di berbagai sektor kehidupan. Sebuah studi menemukan beban data center meningkat enam kali lipat sejak 2010..
Di sisi lain, efisiensi energi dalam penggunaan data center pun jadi perhatian. Namun, efisiensi tersebut masih perlu dikaji lebih dalam penggunaan teknologi baru yang haus data diperkenalkan, seperti kecerdasan buatan (AI) dan 5G.
Menyikapi hal tersebut, CEO SpaceDC Darren Hawkins mengatakan, data center SpaceDC akan memiliki fitur teknologi untuk mengurangi jejak karbon tanpa mengorbankan pemberian layanan yang handal dan efisien.
"Kami mengambil pendekatan holistik untuk memaksimalkan output energi dengan meneliti setiap kebutuhan energi di data center kami. Dengan menerapkan solusi canggih dan berdasarkan praktek terbaik, kami berusaha agar mencapai nilai power usage effectiveness (PUE) serendah mungkin." ujar Darren dalam keterangan tertulis yang diterima Mediaindonesia.com pada Jumat (24/7).
Darren menambahkan, menurut Science, pada 2010, data center di seluruh dunia mengonsumsi energi sekitar 194 terawatt hour (TWh), atau satu persen dari penggunaan listrik di seluruh dunia. Pada 2018, kapasitas komputasi data center meningkat enam kali lipat, lalu lintas internet tumbuh 10 kali lipat, dan kapasitas penyimpanan naik sebesar faktor 25.
Baca juga : Bangunan dengan Teknologi Bersih Lindungi Karyawan
Namun penelitian ini menemukan bahwa selama ini penggunaan energi data center tumbuh hanya 6 persen, menjadi 205 TWh. Penulis dari makalah Science sendiri mengatakan kesimpulan mereka bukan alasan untuk bersantai tentang penggunaan energi data center.
Permintaan cenderung meningkat di tahun-tahun mendatang, dengan adopsi teknologi baru seperti Artificial Intelligence (AI) manajemen dan manufaktur smart energy. AI kemungkinan akan menyebar ke setiap bidang industri, tetapi sulit untuk memprediksi dampak energi di masa depan.
Program pembelajaran mesin modern intensif secara komputasi, tetapi ada dorongan ke arah desain dan algoritma chip AI yang lebih efisien, serta penggunaan chip khusus yang lebih efisien dan berjalan pada perangkat "edge" seperti smartphone dan sensor.
Sementara menurut jurnal Green Data Centers: A Survey, Perspectives and Directions, green data center merupakan sebuah sistem penyimpanan data yang terbentuk akibat tingginya konsumsi energi serta rendahnya pemanfaatan pusat sumber daya.
Green data center mengadopsi teknologi hardware, desain awal bangunan, hingga struktur pusat data berbasis efisiensi serta dapat didaur ulang. Oleh sebab itu, green data center menjadi lebih hemat energi.
Green data center sendiri telah banyak diadopsi oleh perusahaan di negara-negara besar, seperti Amerika Serikat dan Tiongkok. Khusus di Tiongkok, memang terdapat larangan penggunaan data center dengan PUE 1,5 atau lebih tinggi.
"Kampus data center kami akan memiliki nilai PUE rendah, yakni kurang dari 1,2 dibandingkan dengan data center yang saat ini ada di Indonesia dan kawasan APAC, dimana rata-rata PUE yang dihasilkan biasanya sekitar 2,0." kata Darren.
Ia menjelaskan, daya listrik dari jaringan menimbulkan tegangan rendah dan gelombang, sehingga seringkali memaksa data center untuk menggunakan sistem cadangan mereka.
"Dengan opsi yang didukung oleh generator gas di lokasi, kami menghilangkan adanya resiko kualitas daya listrik yang buruk tanpa mempengaruhi ketahanan desain yang kami miliki." imbuh Darren.
SpaceDC akan menerapkan teknologi thermal wall Vertiv pada kompleks data center yang berlokasi di Jakarta. Pendingin canggih dari Vertiv bersangkutan diklaim membutuhan ruang yang lebih sedikit dibandingkan beberapa pendingin lain dalam melakukan fungsinya menjaga suhu data center SpaceDC.
Baca juga : Tetap Melayani, Komnas Perempuan Gandeng Solusi Cloud Contact
Pendinginan sendiri diperlukan agar kompleks data center bersangkutan efisiensinya meningkat. Thermal wall Vertiv menggunakan gulungan kawat atau coil berukuran besar. Udara yang hendak didinginkan akan melewati permukaan yang lebih luas sehingga akan mengurangi jumlah energi yang dibutuhkan dalam mendinginkannya.
Selanjutnya udara tersebut akan dialirkan secara horizontal dari dinding ke area penyimpanan data. Cara ini diyakini Vertiv dan distributornya di Indonesia, DKSH Indonesia, sebagai metode paling efektif dalam memberikan kepresisian untuk mendinginkan area penyimpanan data.
Selain itu, SpaceDC merancang pula thermal wall Vertiv yang pertama kali digunakan di Indonesia itu untuk ditempatkan di luar ruang penyimpanan data.
Tujuannya agar petugas pemeliharaan alias maintenance tidak perlu keluar dan masuk ruangan setiap kali melakukan kegiatan pemeliharaan. Langkah ini sekaligus bisa mengurangi risiko masuknya air ke dalam ruangan.
"Data center kami adalah pertama di Indonesia yang menerapkan teknologi thermal wall yang disediakan oleh Vertiv,, di mana teknologi ini dapat mendinginkan data center secara efektif dan hemat energi. Hal ini adalah yang pertama dari beberapa inisiatif yang akan kami umumkan saat mendekati penyelesaian kampus data center kami.” pungkas Darren. (RO/OL-7)