Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Asia bukan Anak Bawang Lagi

Suryopratomo Pemerhati Sepak Bola
26/11/2022 07:10
Asia bukan Anak Bawang Lagi
Suryopratomo Pemerhati Sepak Bola(MI/Seno)

HINGGA 1990, sepak bola Jepang tidak pernah dipandang sebagai kekuatan yang pantas ditakuti. Zaman Indonesia sedang berjaya dan menjadi kekuatan yang disegani di Asia, Jepang selalu menjadi bulan-bulanan Soetjipto Soentoro dan kawan-kawan.

Jepang baru mulai fokus untuk membina persepakbolaan mereka ketika berupaya untuk menjadi negara Asia pertama yang menjadi tuan rumah Piala Dunia. FIFA mensyaratkan tuan rumah Piala Dunia harus memiliki kompetisi sepak bola profesional yang berputar baik, lebih baik lagi jika pernah lolos ke putaran final Piala Dunia.

Kini Jepang menjadi salah satu model negara yang sukses membangun kompetisi sepak bolanya. Hasilnya tecermin dari kesuksesan tim ‘Samurai’ yang selalu bisa lolos ke putaran final Piala Dunia sejak 1998 di Prancis. Tidak hanya itu, Jepang juga tiga kali mampu melaju ke babak 16 besar Piala Dunia, yaitu pada 2002, 2010, dan 2018.

Hanya dua tahun setelah membangun kompetisi yang baik, Jepang memang berubah menjadi kekuatan yang disegani di Asia. Empat kali dalam tiga dekade terakhir, mereka mencatatkan diri sebagai juara Asia.

Jepang kini tidak bisa lagi dipandang sebagai kesebelasan anak bawang. Apalagi dari 26 pemain yang dibawa ke Qatar, hanya enam yang berlaga di J-league. Selebihnya bermain di Liga Eropa, dengan delapan di antaranya berlaga di Bundesliga.

 

Senjata makan tuan 

Dengan begitu banyaknya pemain Jepang yang bertebaran di Liga Eropa, permainan tim ‘Negeri Matahari Terbit’ semakin matang. Para pemain Jepang tidak lagi harus merasa minder saat menghadapi tim besar, tetapi justru tampil penuh percaya diri.

Pelatih Hajime Moriyasu sangat cerdas saat tim asuhannya harus tampil menghadapi juara dunia empat kali Jerman pada Rabu (23/11) lalu. Lima dari 11 pemain starternya sudah paham dengan permainan Die Mannschaft karena matang di Bundesliga.

Bahkan ketika tertinggal melalui gol penalti Ilkay Gundogan di babak pertama, tujuh pilar Jepang di lapangan adalah pemain yang biasa berlaga di Bundesliga. Ketika akhirnya Jerman harus menelan pil pahit kekalahan 1-2, dua gol Jepang yang tercipta dalam waktu 8 menit itu pun dihasilkan oleh dua pemain yang berkompetisi di Liga Jerman.

Ritsu Doan yang pertama kali menjebol gawang Manuel Neuer di menit ke-75 ialah gelandang asal Freiburg. Ia datang dari belakang pada saat yang tepat untuk menyambut bola muntah setelah tendangan gelandang asal Eintracht Frankfurt Daichi Kamada diblok oleh Kiper Neuer.

Gol kemenangan yang dicetak delapan menit kemudian bahkan lebih spektakuler lagi. Takuma Asano yang masuk sebagai pemain pengganti, bermain untuk Bochum. Asano menyambut umpan tendangan bebas cepat dari center-back Borussia Moenchengladbach Ko Itakura ke sektor kiri pertahanan Jerman. Meski dibayangi secara ketat oleh center-back Tim Panser yang posturnya lebih tinggi, Nico Schlotterbeck, Asano dengan tenang masih mampu menggiring bola dan dari jarak satu meter ia bisa menaklukkan kiper kawakan Jerman, Neuer.

Kekalahan menyakitkan yang harus dialami Jerman bukan hanya merupakan salah satu kejutan besar Piala Dunia 2022. Lebih jauh lagi, itu ibarat senjata makan tuan. Para pemain Jepang yang dibesarkan di Bundesliga, mempermalukan Die Mannschaft sendiri.

Pelatih Dieter-Hans Flick dengan jujur mengatakan, kekalahan itu sangat pahit. Kapten kesebelasan Neuer bahkan mengatakan, “Saya benar-benar marah dan frustrasi dengan kekalahan ini. Sesuatu yang tidak boleh terjadi,” kata kiper kawakan itu kesal.

Kekalahan itu membuat Jerman dua kali kalah dari tim Asia secara berturut-turut di ajang Piala Dunia. Empat tahun lalu di Rusia, Jerman tersingkir di babak penyisihan setelah dikalahkan Korea Selatan 0-2 pada pertandingan terakhirnya.

Bayang-bayang untuk kembali pulang lebih awal kini terlihat nyata bagi Die Mannschaft. Pasalnya, pada pertandingan kedua lusa dini hari, tim asuhan Hansi Flicks harus bertemu lawan terberatnya, Spanyol.

Furia Roja tampil lebih hidup dan agresif di pertandingan pembukaan dengan menghempaskan Kosta Rika 7-0. Para pemain muda Spanyol pasti ingin segera memastikan lolos ke-16 besar dan itu akan bisa diraih apabila mampu menggilas Jerman.

 

Kebangkitan Asia

Piala Dunia 2022 tidak hanya menjadi kesempatan kedua bagi Asia untuk menjadi tuan rumah festival sepak bola, tetapi juga menjadi cerminan kebangkitan sepak bola kawasan ini. Tim-tim Asia tidak lagi menjadi tim pelengkap dan tempat mencari poin, tetapi juga menjadi kekuatan yang perlu diperhitungkan.

Kejutan pertama bahkan dilakukan oleh Arab Saudi. Tim Al Akhdar tidak tanggung-tanggung membungkam juara dunia dua kali Argentina, yang diperkuat pemain terbaik dunia Lionel Messi, 2-1.

Kemenangan mengejutkan Arab Saudi menggugah semangat tim-tim Asia lainnya untuk tidak gentar melawan tim-tim Eropa atau Amerika Latin yang selama ini mendominasi persepakbolaan dunia. Bukan hanya Jepang yang kemudian tampil luar biasa, Korea Selatan dini hari kemarin juga mampu menahan imbang juara dunia dua kali, Uruguay, 0-0.

Tentu kita berharap kiprah tim-tim Asia tidak berhenti pada pertandingan pertama saja. Semua harus berupaya untuk bisa meraih prestasi lebih tinggi lagi. Bukan mustahil itu akan bisa diraih karena Korsel pernah mampu menembus hingga empat besar di Piala Dunia 2002.

Kunci dari semua keberhasilan itu terletak pada kompetisi dan pembinaan pemain. Paling tidak Jepang dan Korsel membuktikan, kompetisi yang baik menghasilkan pemain-pemain yang berkualitas. Kedua negara itu kini menjadi 'pabrik pemain' karena banyak pemain mereka yang diincar klub-klub besar dunia.

Ditariknya pemain-pemain terbaik ke kompetisi yang lebih tinggi, membuat kualitas permainan mereka menjadi lebih tinggi lagi. Para pemain yang melanglang buana itu menginspirasi para pemain muda untuk mengikuti jejak mereka dan ketika critical mass sudah tercapai, kualitas sepak bola negaranya bisa sejajar dengan negara-negara maju sepak bola.

Perjalanan Jepang dan Korea Selatan seharusnya menghardik kesadaran kita bersama di Indonesia. Bahwa tidak ada jalan pintas dalam membangun sepak bola, termasuk naturalisasi pemain bukanlah jawaban untuk meningkatkan kualitas sepak bola.

Hanya dengan kompetisi yang sehat akan dilahirkan pemain-pemain yang berkualitas. Klub-klub harus menjadi pilar dasar pembinaan. Mereka harus melatih pemain-pemain muda tidak hanya mempunyai fisik dan teknik yang baik, tetapi juga memiliki karakter pula. Para pemain harus ditanamkan pemahaman bahwa tidak pernah akan ada prestasi besar, tanpa perjuangan berat. No pain, no gain.

Jepang hanya memiliki 18 klub yang ikut J-League. Bahkan kompetisi di Korea Selatan hanya diikuti 12 klub. Namun, karena kualitas kompetisinya bermutu, bisa dihasilkan pemain sekelas Son Heung-min atau Asano. Semua pemilik klub tidak menghalalkan segala cara untuk menjadi juara, tetapi semua itu harus melalui pembinaan yang berkelanjutan.

Karakter baik pemain Jepang tidak hanya bisa dilihat dari sikap pantang menyerah di tengah lapangan, tetapi juga di luar lapangan. Semua pemain dididik untuk membersihkan sendiri ruang ganti pakaian setiap selesai pertandingan.

Petugas Stadion Internasional Khalifa sampai terkagum-kagum melihat bagaimana bersihnya ruang ganti pakaian Tim Samurai setelah pertandingan melawan Jerman. Bahkan ada origami yang diletakkan di atas meja sebagai ucapan terima kasih telah menggunakan ruang ganti pemain itu. Sebuah pelajaran penting bagi persepakbolaan Indonesia.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya