Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Ilustrasi: Elena
Kesadaranmu tumbang seperti pohon di tepi jalan
kau mengubur mimpi dalam-dalam
pada cerita yang kututurkan sebelum terlelap
Pada kepingan angan lainnya yang kusadur dari dunia entah
menggubahmu sebagai bayi di pangkuanku
kupaksa kau merengek tiap malam dan tertawa saat dunia berduka
kau lupakan kebohongan terbaik di dunia
(2023)
Kata-kata membusuk bersama tubuhnya yang kaku
di hadapan mesin ketik, tumbang berkeping-keping
waktu merajam menusuk dari samping
membakar sajaknya yang mengendap dan tak terhinggap
Oleh zaman yang semakin bising
tak ada tempat lagi
bagi luka yang menganga dan tak terperi
Seribu kata merubungi nasib penyair
meminta tumbal bagi pohon pengetahuan
serta akar-akarnya yang tebal
Matinya seorang penyair
terekam peradaban bagi lahirnya rahim-rahim puisi
(2023)
Kau bawa sisa jelaga semalam
dari sisa perenungan adam hawa
membenturkan ingatan purba dengan instastory hari ini
berangkat dari pikiran, menghantam bahu jalan
mengulir kusut di traffic light, macet, terbentur trotoar
koyo, rokok eceran, obat maag, balsem, doa ibu
seperti menatap jam di tangan yang disesaki keinginan dan harapan
kau berangan-angan sekali pulang: menuju kekosongan lainnya
(2023)
Kesadaranmu tumbang seperti pohon di tepi jalan.
Masa lalu
Sebuah detik terlewat dan membeku. Kamar-kamar dilupakan setelah dimampatkan. Untuk mengenang yang terhisap di deru galaksi. Sebagai yang telah pergi.
Masa kini
Dapur hidup yang enggan tertangkap kamera. Mesin yang dibangun dari kalender dinding, jam tangan, lini masa twitter, berita harian, perang, kematian, detik-detik terbujur kaku dari rapalan cenayang.
Masa depan
Diracik dini hari dengan menghisap paranoid, tramadol, dan musik disko. Pikiran telah melayang menyelamatkan diri. Evakuasi mengatasi sergapan mimpi, rasa bosan, dan karnaval sepi. Waktu telah terbang di udara.
(2023)
Sejarah dilahirkan dari komedi
merangkak dalam tegangan bianglala berita harian
yang berputar-putar mengitari nasib umat manusia
(2023)
Baca juga: Puisi-puisi Yesmil Anwar
Baca juga: Puisi-puisi Farras Pradana
Baca juga: Puisi-puisi Achmad Azkiya
Bagus Satrio Nugroho, menulis puisi dan esai, lahir di Nganjuk, Jawa Timur, 9 Desember 1999. Menekuni kepenulisan, menikmati ragam bacaan, dan sesekali mengulas film. Alumnus S-1 Administrasi Publik Universitas Airlangga. Sehari-hari bergiat dan berkarya di kota kelahirannya. (SK-1)
Kata 'kofe' sendiri berarti kondisi awal gigi balita yang tumbuh pertama kalinya. Ia kemudian goyang dan jatuh sehingga terlihat ompong.
Kulit putih, bulu mata lentik. Kata orang itu cantik. Menurutku kita lebih manis.
Petersburg, aku kan kembali bersama belahan jiwa. Mengulang janji suci kami di altar dulu
Kebebasan pun beterbangan di mana-mana serupa tarian angsa.
Mungkin aku yang terlalu ingin melindungimu, namun membuatmu merasa tidak nyaman.
Saat bibir-mu terbuka sedikit, amboi, betapa itu membuatku kasmaran.
Aku menyeberangi batas pantai di antara kebajikan dan kejahatan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved