Petuah Moskwa I
Pada Moskwa langit begitu rendah
aku raih setangan terluka
mendapati cinta dan humaniora
mata terbuka dan percaya kini.
Semua yang dirampas
akhirnya dikembalikan jua
semua senantiasa bersaudara,
orang-orang bebas bersembahyang.
Kami berpelukan mesra
walau tentara berjaga, itu biasa
jangan takut! Penjara Moskwa tak lagi berpagar
kebebasan pun beterbangan di mana-mana serupa tarian angsa.
2021
Petuah Moskwa II
Tak kusangka metro lebih indah daripada istana raja
bertabur ukiran klasik dan patung sosial realisme
hati tertambat di langit-langitnya; megah nan perkasa.
Ingin kubawa pulang altarmu, Lapangan Merah
alunan Winds of Change, milik Scorpion
buat betah, abadilah di Taman Gorky.
Kupanggul sebakul semangat;
Pushkin, Tolstoy, Dostoevsky,
Chekhov, Pasternak, dan Okudzhava.
Mereka seakan mengajak tuk melepas belenggu.
Aku bukan turis, tak usah seberangi Krimea
hanya berteguk kopi dan berpuisi di bekas rumah Okudzhava,
cukuplah sudah. Mengendap seribu pelajaran kehidupan,
perlu dikerjakan perlahan-lahan.
2021
Petuah Moskwa III
Di Taman Hermitage
aku pelajari kemerdekaan bunga-bunga
membaca pagar, patung, bangku, dan gedung
inilah catatan terbuka, almanak, dan saksi dunia.
Tak puas memandang,
ingin menelisik lebih seksama.
Burung-burung terbang bebas dari cengkeraman
mereka lama menunggu keadilan yang sudah dilupakan
kini, matahari benar-benar membangkitkan harapan
sebab kita sekarang manusia, bukan robot-robot ideologi.
Moskwa, relakan aku tinggal tanpa selimut dan keraguan
tak pernah lelah membaca sajak-sajak di Arbat Lama
suara sepatu lars tak lagi memekakkan telinga
tak ada lagi cinta di penjara, tak lagi ada saudara ditembak tentara.
Inilah kemerdekaan, kasih sayang bagi kehidupan
Moskwa terlalu sempit menampung resah,
gelisah dan gundah gulana.
2021
Kebebasan pun beterbangan di mana-mana serupa tarian angsa.
Petuah Moskwa IV
Ribuan burung melintasi langit putih tanpa matahari
angin berhenti di sela-sela pepohonan hijau rindang
Moskwa bersahaja mengajakku duduk di taman kota.
Musim semi baru saja tiba, daun-daun muncul dalam sehari
subhanallah, bukti apalagi yang terdustakan?
Siapapun kamu angkatlah kedua tangan
atas segala nikmat dan karunia ini.
Trem, metro, bis kota, Lapangan Merah, apa artinya semua ini
jika mengingkari Illahi? Selalu hadir di setiap embusan napas
siapapun kamu, tundukkan kepala di tanah berlapis salju.
Berbahagialah, tak ada pagi buta atau malam kelam,
siang bernyanyi rintik hujan menurunkan keberkahan,
cinta tiada batas dan kehangatan selalu terjaga
terima kasih, Moskwa! Kau tunjukkan pelajaran berharga
yang orang tak memperdulikannya.
2021
Moskwa Kekasihku
Kaki melangkah turun dari pesawat
aku ragu, apa kau masih ingat janjimu
atau melupakan sama sekali.
Domodedovo menyambut tanpa kata
tak juga senyum, memang sejak 1965,
kami tak lagi saling bertegur sapa.
Dirimu masih seperti dulu
kereta tua dan desa-desa yang sepi
kini makin kuat hasrat memelukmu erat-erat.
Aku datang, Moskwa kekasihku
lihatlah senyum tak lagi patah
banyak hal kan kuceritakan
dan lebih banyak hal ingin kudengar.
2021
Andrik Purwasito, seniman dan penyair, kelahiran Trenggalek, Jawa Timur, pada 13 Agustus 1957. Pernah mementaskan Wayang Kulit World Performance di Moskwa, pada 2016. Pada 2017, dia berkesempatan menghadiri acara diplomasi budaya pada Dhaatu International Puppet Festival di Bangalore, Karnataka, India. Dalam dunia pendidikan, dia menamatkan pendidikan S1 Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (1976-1981). Pendidikan S2 dan S3 diraihnya di Ecole des Hautes Études en Science Sociales, Paris, Perancis (1989-1992) dalam kajian studi Sejarah dan Peradaban. Sehari-hari dia mengajar di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sajak-sajak Andrik ini menjadi bagian dalam buku antologi puisi Doa Tanah Air: suara pelajar dari negeri Pushkin yang akan segera diterbitkan. Ilustrasi: MI/Gugun Permana. (SK-1)