Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Puasa, Peneguhan Karakter Iman dan Kebangsaan

Syarief Oebaidillah
16/4/2022 04:00
Puasa, Peneguhan Karakter Iman dan Kebangsaan
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Muhammad bin Said.(Dok. Pribadi)

PUASA sebagai pilar Islam memiliki pengaruh penting dalam proses peneguhan karakter keimanan dan keislaman seseorang. Daya pencegah perangai negatif yang terkandung di dalam puasa sangat tinggi sehingga puasa diwajibkan untuk mukmin setiap tahun (fardhu zaman). Potensi pencegahan karakter negatif ini menjadi salah satu alasan utama mukmin menyambut puasa Ramadan dengan sukacita.

Menurut Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Muhammad bin Said, keterangan di dalam Al-Qur’an Surat al Baqarah (QS: 2:183) dijadikan titik pemberangkatan mengurai tujuan syariat (maqaisd syariah) diwajibkannya puasa bagi mukmin. Artinya, puasa yang tidak bertujuan tidak akan membawa dampak apa-apa bagi pelakunya kecuali tidak makan-minum.

Keterangan QS 2:183 bahwa yang diseru berpuasa itu adalah iman, bukan orang-orang yang beriman. Sebab, jika yang diseru sudah beriman, tentu tidak diseru lagi untuk berpuasa.

Iman itu kepercayaan Allah untuk menggerakkan jasad manusia agar berfungsi melihat pada mata dan pancaindra lain. Roh atau iman itu tidak laki dan tidak perempuan, tapi ia terpatri ke dalam setiap dada manusia sehingga manusia itu menjadi umat yang satu.

Sebagai kepercayaan Tuhan, roh; iman; kitab, atau cahaya itu diurus dan dididik Tuhan sebagaimana keterangan Quran Surat al Isra’ dengan mendirikan salat, menunaikan zakat, dan berpuasa Ramadan agar bertakwa dengan sebenar-benar takwa.

Bahkan, tidak mati kecuali benar-benar dalam keadaan selamat (Islam). Artinya, mukmin mengerangkeng karakter negatifnya sendiri agar keluar dari kegelapan (hawa, nafsu) sehingga terjadi keselarasan antara apa yang diucapkan dan diamalkan terbit dari hati yang takwa.

Bulan Ramadan adalah momentum tepat bagi iman untuk dididik Tuhannya agar kembali berpendirian dengan karakter dasarnya yang sidik, amanah, tablig, dan fatanah. Mukmin yang dididik Tuhannya akan mampu mentransformasi karakter negatif menjadi karakter positif, menyucikan dirinya dari perbuatan sia-sia, hawa, nafsu, dan bisikan setan. Merekalah yang beruntung karena mendirikan salat, memuasakan sifat-sifat tercela, menjaga kehormatan dirinya, dan menjauhkannya dari perbuatan al fahsya’iwal mungkar.

 

Karakter positif

Mukmin melatih kemampuannya membelenggu setan yang membisikkan keragu-raguan ke dalam dada manusia. Menurut Muhammad bin Said, setan secara inheren berada dalam diri manusia dengan rupa seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Asy-Syu’ara, turun kepada manusia pembohong, pendusta, penghasut, pemfitnah, pendengki, iri, kikir, sombong, takabur, dan sifat tercela lainnya. Apabila mukmin tidak membelenggu setan maka tujuan syariat diserukan kewajiban puasa kepadanya belumlah tercapai, kecuali meninggalkan makan, minum, dan hubungan seksual suami istri di siang hari, pintu surga tidak terbuka dan pintu neraka tidak terkunci.

Kekuatan mengubah karakter negatif menjadi positif itu berat, memerlukan waktu, pendekatan, dan tempat khusus. Ramadan dengan segala instrumen ibadah di dalamnya menjadi tempat spesial dalam meneguhkan karakter diri mukmin yang selaras dengan nilai-nilai agama, nilai luhur budaya bangsa, dan ideologi Pancasila. (H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya
Renungan Ramadan
Cahaya Hati
Tafsir Al-Misbah