BADAN PBB untuk Pendidikan, Sains, dan Kebudayaan (UNESCO) menetapkan pantun sebagai Warisan Budaya Takbenda. Nominasi pantun diajukan secara bersama Indonesia dan Malaysia. Bagi Indonesia, ini menjadi tradisi budaya ke-11 yang diakui UNESCO.
Wakil Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, Surya Rosa Putra, mengatakan penetapan itu dilakukan pada sesi ke-15 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di Kantor Pusat UNESCO di Paris, Prancis, Kamis (17/12) waktu setempat.
Surya mengatakan UNESCO menilai pantun memiliki arti penting bagi masyarakat Melayu, bukan hanya sebagai alat komunikasi sosial, melainkan juga kaya akan nilai-nilai yang menjadi panduan moral.
Dikatakannya pesan disampaikan melalui pantun umumnya menekankan keseimbangan dan harmoni hubungan antarmanusia.
“Bagi Indonesia, keberhasilan penetapan pantun sebagai Warisan Budaya Takbenda tidak lepas dari keterlibatan aktif berbagai pemangku kepentingan,” ujarnya.
Menurut Surya, nominasi pantun yang diajukan bersama Indonesia dan Malaysia merefleksikan kedekatan dua negara serumpun yang berbagi identitas, budaya, dan tradisi Melayu.
“Hari ini tidak hanya sebagai identitas Melayu, pantun juga telah menjadi media pendukung dalam pemberdayaan ekonomi kreatif,” ujarnya
Populerkan pantun
Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan penetapan pantun sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO menjadi momentum dan langkah awal untuk melestarikan tradisi pantun.
“Ini ialah awal yang baik. Harapannya besar. Mudah-mudahan mulai sekarang pantun banyak digunakan dalam acara Kemendikbud dan kementerian/lembaga lain dan sekolah juga harus mulai memopulerkan pantun,” kata Hilmar dalam konferensi pers yang dilaksanakan secara virtual, kemarin.
Ia juga menyatakan hal ini merupakan sebuah cara yang tepat untuk menjaga hubungan delegasi antara Indonesia dan Malaysia.
“Ini menjadi bukti bahwa hubungan diplomatik melalui jalur kultural ini efektif. Kita harus bekerja sama dengan negara lain untuk melestarikan budaya,” ucapnya.
Hilmar menegaskan pihaknya akan berupaya untuk menjaga tradisi lisan tersebut dimulai dari lingkungan kementerian hingga membangun budaya berpantun di sekolah lewat kurikulum yang ada.
‘’Pantun menyediakan wadah untuk menuangkan ide, menghibur, atau berkomunikasi antarmanusia, tanpa membedakan ras, kebangsaan, atau agama. Tradisi pantun mendorong rasa saling menghormati antarkomunitas, kelompok, dan individu,’’ katanya.
Budayawan asal Provinsi Kepulauan Riau, Abdul Malik, merasa bangga UNESCO akhirnya menetapkan pantun asal wilayah itu dan Riau sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia.
‘’Sebagai ketua tim dari Kepri yang ditunjuk, saya begitu bahagia dan terharu dengan penetapan pantun sebagai warisan budaya takbenda dunia,’’ ujarnya, kemarin.
Abdul Malik, yang juga Dekan Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Maritim Raja Ali Haji, di Tanjungpinang, mengatakan, sekarang Kepri dapat menggunakan slogan ‘Kepulauan Riau, Negeri Pantun Warisan Dunia’. Ini seperti Malaka menggunakan slogan ‘Melaka, Bandaraya Bersejarah Warisan Dunia’ sejak Malaka diresmikan sebagai Kota Warisan Dunia oleh UNESCO. (Van/Ant/X-10