Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Ahmad Muzani mengatakan MPR tidak menutup rapat-rapat terhadap amendemen Undang-Undang Dasar (UUD), sekaligus membuka selebar-lebarnya terhadap perubahan konstitusi.
Sebab, kata dia, UUD tidak boleh terlalu sering dilakukan perubahan, tetapi juga UUD tidak boleh ditutup rapat untuk perubahan agar bisa mengikuti perubahan dan perkembangan zaman.
“Sebagai lembaga yang memiliki kewenangan melakukan perubahan UUD, kami tidak menutup diri dan menutup rapat-rapat atas perubahan itu. Meskipun di sisi lain, kami juga tidak membuka lebar-lebar atas keinginan terhadap perubahan UUD," kata Muzani dalam keterangan yang diterima di Jakarta, hari ini.
Hal itu disampaikannya ketika membuka Seminar Konstitusi dengan tema “Dialektika Konstitusi: Refleksi UUD NRI Tahun 1945 Menjelang 25 Tahun Reformasi Konstitusi” di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta.
Dia pun menegaskan MPR merupakan lembaga negara yang diberikan kewenangan penuh oleh UUD NRI Tahun 1945 untuk melakukan perubahan atau amandemen UUD.
Dia mengatakan MPR perlu terus menerus mendengar dan merefleksi diri tentang makna konstitusi ini supaya MPR mengambil keputusan yang benar tentang perlu tidaknya dilakukan amandemen UUD.
Untuk itu, lanjut dia, MPR mendengarkan pemikiran-pemikiran yang berkembang di masyarakat terhadap perlu tidaknya dilakukan amendemen UUD. “Banyak akademisi, tokoh-tokoh, dan kalangan lain yang menyuarakan perubahan UUD. Pemikiran-pemikiran itu kita harus dengarkan," ucapnya.
Termasuk, sambung dia, lewat Seminar Konstitusi hari ini sebagai upaya untuk terus mendengar dan mencari tahu apa yang sebenarnya diinginkan masyarakat.
Muzani menerangkan bahwa acara seminar ini merupakan rangkaian peringatan Hari Konstitusi yang diperingati setiap tanggal 18 Agustus ketika para pendiri bangsa menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia yang baru saja diproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
“Keberanian para pendiri bangsa menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi yang sampai sekarang dipakai adalah keberanian yang luar biasa karena itu sebagai generasi penerus setelah 80 tahun kita merdeka, kita juga harus mempunyai keberanian untuk merefleksi dan merenung tentang konstitusi kita,” tuturnya.
Lebih lanjut, Muzani juga menyebut tiga lembaga negara yakni MPR, DPR, dan Mahkamah Konstitusi (MK) harus melakukan komunikasi untuk merefleksikan dan mengaktualisasikan UUD NRI Tahun 1945 agar sejalan dengan perkembangan zaman.
Dia menuturkan MPR adalah lembaga yang memiliki kewenangan melakukan perubahan UUD NRI Tahun 1945, sedangkan DPR adalah lembaga yang memiliki kewenangan membuat UU sebagai penterjemahan dari UUD.
Lalu, MK adalah lembaga yang diberi kewenangan menafsir semua produk UU apakah memiliki kesesuaian atau tidak dengan UUD.
“Ketiga lembaga negara ini memiliki kewenangan yang sangat jelas dalam UUD NRI Tahun 1945 karena itu hubungan dan komunikasi ketiga lembaga negara ini harus terus dipikirkan untuk merefleksikan dan mengaktualisasi UUD sepanjang zaman,” kata dia.
Dalam seminar konstitusi tersebut, turut hadir pula sejumlah Wakil Ketua DPR RI yakni Bambang Wuryanto, Rusdi Kirana, dan Hidayat Nur Wahid.
Adapun pembicara dalam seminar tersebut ialah pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie, Wakil Ketua MK Saldi Isra, dan mantan Panitia Adhoc (PAH I) MPR RI Jacob Tobing (mantan PAH I ).(Ant/P-1)
Sidang tahunan MPR digelar 15 Agustus. Ketua MPR Ahmad Muzani mengatakan agenda kenegaraan itu tidak digelar 16 Agustus 2025 karena jatuh pada hari Sabtu.
Dia meyakini kecintaan terhadap bangsa tak luntur. Meskipun berbagai macam ekspresi disampaikan oleh masyarakat.
Bahasa Indonesia memang berasal dari rumpun Melayu, tetapi telah berkembang pesat dengan menyerap berbagai unsur bahasa asing dan daerah.
Mediasi dilakukan untuk mengurangi beban Mahkamah Agung
DPR memerlukan pijakan yang kuat agar tak bertentangan dengan ketentuan hukum yang ada saat ini.
WAKIL Ketua MPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas menyebut draft Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) telah rampung dan akan segera dibahas fraksi dan DPD.
WAKIL Ketua MPR RI Fadel Muhammad mengatakan para pimpinan MPR RI telah satu suara menyepakati amendemen UUD 1945 dan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
PPHN dinlai penting sebagai jaminan keselarasan dan kesinambungan pembangunan antara pusat dan daerah, antara daerah, dan antar periode.
PPHN akan menjadi alasan politis dari DPR dan MPR untuk menurunkan jabatan seorang presiden. Padahal, seharusnya, pemberhentian presiden adalah karena pelanggaran hukum.
PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) mendukung rencana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Hal ini untuk memasukan pokok-pokok haluan negara (PPHN) yang menjadi usulan MPR.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved