Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
DIREKTUR Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM, (Dirjen PDK HAM) Kementerian HAM RI, Munafrizal Manan, mendorong penegakan hukum terkait kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo yang diduga akibat kekerasan oleh sejumlah oknum di lingkungan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD).
Penyidik Pomdam Udayana telah menetapkan 20 prajurit sebagai tersangka dalam kasus ini, termasuk seorang perwira pertama. Peristiwa kekerasan yang merenggut korban jiwa di internal institusi militer ini sangat disesalkan.
“Kementerian HAM mengapresiasi komitmen dan kerja TNI AD mengusut kasus ini. Penegakan hukum kasus ini harus berjalan transparan, sungguh-sungguh, dan adil. Itu merupakan bagian dari prinsip hak asasi manusia,” kata Munafrizal pada Selasa (19/8).
Munafrizal juga mendukung sikap Komisi I DPR RI yang mendorong TNI melakukan reformasi internal terkait pola pembinaan prajurit, khususnya menghilangkan budaya senior-junior yang berpotensi melanggar HAM.
“Kematian Prada Lucky seharusnya menjadi momentum bagi TNI mengevaluasi sistem pembinaan prajurit muda di lingkungan TNI secara kritis dan menyeluruh,” jelasnya.
“Evaluasi tersebut harus mencakup budaya organisasi, serta praktik senior-junior yang kerap menjadi akar kekerasan,” lanjut Munafrizal.
Selain itu, Kementerian HAM juga mendorong TNI melibatkan KomnasHAM, lembaga independen, dan ahli HAM dalam proses evaluasi untuk memastikan objektivitas, transparansi, dan keberlanjutan reformasi.
“Hasil evaluasi wajib menjadi dasar penyusunan kebijakan konkret, seperti revisi kurikulum pelatihan, penguatan mekanisme pengawasan internal yang independen, serta pembentukan tim pemantau eksternal yang bertanggung jawab melaporkan progres implementasi secara berkala,” jelasnya.
Lebih lanjut, Munafrizal menekankan bahwa pola pembinaan disiplin internal TNI tidak boleh ada unsur penyiksaan sebab itu merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
Di samping itu, Ia menekankan Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat (Convention Against Torture/CAT) melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998.
“Sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan, Indonesia wajib mencegah, menyelidiki, dan menghukum setiap bentuk penyiksaan atau perlakuan yang setara dengan penyiksaan,” katanya.
Munafrizal menilai, konvensi anti penyiksaan menegaskan bahwa dalam keadaan apa pun, baik dalam keadaan perang dan ancaman perang, instabilitas politik internal, maupun perintah atasan, tidak boleh menjadi pembenaran untuk melakukan penyiksaan.
“Oleh karena itu, jika terbukti ada tindakan penyiksaan atas kematian Prada Lucky, maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM serius," tegas Munafrizal.
Ia menambahkan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan tegas menentang penyiksaan khususnya Pasal 28G Ayat 1 dan 2. Atas dasar itu, penyiksaan terhadap prajurit muda tidak dapat disebut sebagai bagian dari pembinaan.
Kasus kematian Prada Lucky harus menjadi momentum TNI untuk membenahi implementasi pembinaan prajurit secara komprehensif, memastikan setiap praktik disiplin selaras dengan HAM, dan mencegah peristiwa serupa tidak terjadi kembali,” pungkasnya. (Dev/P-3
PENGAMAT militer sekaligus Co-founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyayangkan terlibatnya komanda peleton dalam kematian Prada Lucky.
Hasanuddin mengatakan lingkungan militer memang keras. Namun, sejak 1974 telah dikeluarkan instruksi yang melarang hukuman fisik berupa pemukulan atau penyiksaan.
Khairul menjelaskan TNI juga harus melakukan penguatan kepemimpinan mikro dan pengawasan langsung di level kompi dan peleton. Pasalnya, di sana kehidupan sehari-hari prajurit berlangsung.
Dia juga mempertanyakan pelaku yang jumlahnya mencapai 20 orang. Ia meminta penjelasan lengkap peristiwa tersebut.
Ketua DPR RI Puan Maharani menekankan perlunya evaluasi pembinaan di tubuh TNI agar membangun hubungan senior-junior yang saling menghormati.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved