Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Aliran Uang Pemerasan Izin TKA ke Eks Pejabat Kemenaker Didalami KPK

Media Indonesia
22/7/2025 17:00
Aliran Uang Pemerasan Izin TKA ke Eks Pejabat Kemenaker Didalami KPK
Empat dari delapan tersangka antara lain (dari kiri) Wisnu Pramono, Haryanto, Devi Anggraeni dan Suhartono ditampilkan ke depan publik dalam konperensi pers penahanan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta(MI/Susanto)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami aliran uang terkait dugaan pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing atau RPTKA kepada mantan pejabat di Kementerian Ketenagakerjaan.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan bahwa pendalaman hal tersebut dilakukan saat memeriksa seorang aparatur sipil negara (ASN) bernama Rizaldi Indra Janu sebagai saksi pada hari ini.

“Saksi hadir, dan didalami terkait pengetahuannya mengenai pengurusan RPTKA di Kemenaker, serta dugaan aliran uang dari para agen kepada pihak pegawai Kemenaker maupun eks pejabat Kemenaker,” ujar Budi saat dikonfirmasi dari Jakarta, hari ini.

Sebelumnya, pada 5 Juni 2025, KPK mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.

KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.

Apabila RPTKA tidak diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan begitu, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.

Selain itu, KPK mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024.(Ant/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya