Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
PENGAMAT kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menanggapi soal rangkap jabatan yang dilakukan oleh sejumlah personel Polri yang ditempatkan di kementerian dan lembaga di luar struktur institusi kepolisian.
Menurutnya, hal ini tentu melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
"Anggota kepolisian itu telah melanggar Undang-undang lebih tepatnya. Peraturannya sudah jelas yakni pasal 28 ayat 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002," kata Bambang saat dihubungi, Rabu (2/7).
Bambang menegaskan bahwa seharusnya DPR RI, khususnya Komisi III yang membidangi hukum dan pengawasan terhadap Polri, turut mempertanyakan fenomena tersebut.
Pasalnya, dalam Pasal 28 ayat 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 secara tegas menyebutkan bahwa anggota Polri tidak boleh merangkap jabatan di luar kepolisian, kecuali anggota tersebut telah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
“Harusnya DPR juga menanyakan soal rangkap profesi beberapa personel Polri yang kini menjabat di kementerian atau lembaga negara lainnya. Ini persoalan penting, apakah mereka sebagai anggota Polri menjadi bawahan Kapolri, atau justru beralih menjadi birokrat di bawah menteri yang bersangkutan?," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa penempatan personel Polri di luar struktur organisasi Polri kerap kali merupakan permintaan dari pihak pemerintah. Hal ini menurutnya tidak boleh menjadi pembenaran untuk mengabaikan aturan hukum yang berlaku.
“Kalau Kapolri konsisten sebagai penegak hukum, maka semestinya pelaksanaan undang-undang juga ditegakkan tanpa pandang bulu. Masalahnya sekarang adalah kebijakan penempatan itu datangnya dari pemerintah sendiri,” tambahnya.
Bambang juga mengatakan bahwa kebijakan atau keputusan lembaga memang tidak bisa secara langsung dikenai sanksi hukum. Namun, tetap dapat dan harus dipertanyakan secara terbuka dalam forum-forum pengawasan seperti yang menjadi tugas DPR RI.
“Ini bukan soal sanksi, tapi soal konsistensi penegakan hukum dan ketundukan pada prinsip negara hukum. DPR wajib mengevaluasi pelaksanaan Pasal 28 UU Kepolisian tersebut, karena jika dibiarkan, ini justru berpotensi melemahkan independensi dan integritas institusi Polri itu sendiri,” tuturnya. (Fik/I-1)
Aktivitas ilegal yang berujung tindak kriminal oleh personel TNI/Polri disebabkan oleh adanya sistem kontrol pengawasan yang tidak berjalan dengan benar.
Kasus pemerasan penonton DWP beberapa lalu hanya yang tampak di permukaan atau seperti fenomena gunung es.
Dia pun mempertanyakan sikap Polri sebagai ujung tombak penegakan hukum hingga saat ini tidak menegakkan hukum pada pelanggaran kasat mata.
Bambang tidak memungkiri akan muncul isu setoran kepada pimpinan dalam aksi pemerasan tersebut.
Perbuatan yang dilakukan belasan anggota polisi tersebut merusak citra pariwisata, terutama sektor MICE (meeting, incentive, convention, exhibition) yang digalakkan pemerintah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved