Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

KPK Pakai Metode Penelusuran Uang Bongkar Kasus Korupsi Dana Operasional di Papua

Candra Yuri Nuralam
13/6/2025 13:53
KPK Pakai Metode Penelusuran Uang Bongkar Kasus Korupsi Dana Operasional di Papua
Jet pribadi hasil dari dugaan korupsi dana operasional Pemprov Papua.(dok.MI)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menggunakan metode penelusuran uang untuk membongkar kasus dugaan rasuah berupa penyalahgunaan dana operasional kepala daerah di Papua. Negara merugi Rp1,2 triliun atas perkara ini.

“KPK tentu masih terus menelusuri aliran hasil dari tindak korupsi tersebut,” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo kepada Metrotvnews.com, Jumat (13/6).

Rencana Penyitaan?

Budi mengatakan, penelusuran dana penting untuk mengetahui barang-barang yang sudah dibeli pakai uang terkait kasus ini. Terbilang, sebagian dana diduga dipakai untuk membeli jet pribadi.

KPK memastikan bakal menyita barang-barang yang berkaitan dengan perkara ini. Pihak-pihak yang menyimpan aset terkait kasus diharap kooperatif.

“Sehingga dapat dilakukan penyitaan sebagai langkah awal asset recovery nantinya,” ujar Budi.

Penyelewengan Dana?

KPK membuka penyidikan baru terkait dugaan rasuah di Papua. Kasusnya terkait dugaan korupsi penyalahgunaan dana penunjang operasional, dan program peningkatan pelayanan kedinasan kepala daerah dan wakil kepala daerah, di Pemerintah Provinsi Papua.

KPK pernah mengendus adanya penyelewengan sebagian dana operasional sebesar Rp1 triliun dalam pengusutan kasus suap yang menjerat mantan Gubernur Papua Lukas Enembe. Dia berdalih uang itu dipakai untuk makan dan minum.

"Dana operasional yang bersangkutan itu rata-rata setiap tahun itu Rp1 triliunan, dan sebagian besar setelah kita telisik kita lihat itu dibelanjakan antara lain untuk biaya makan minum," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Selasa, 27 Juni 2023.

Alex menjelaskan dana itu diminta sejak 2019 sampai 2022. Uang Rp1 triliun untuk operasional kepala daerah per tahun itu dipastikan melanggar ketentuan yang diatur Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). (Can/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Cahya Mulyana
Berita Lainnya