Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
DIREKTUR Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Nenden Sekar Arum mencatat terdapat 25 serangan digital yang dialami masyarakat sipil selama periode pembahasan hingga pengesahan UU TNI atau beberapa hari terakhir. Ia mencatat serangan digital itu dialami masyarakat sipil yang menolak disahkannya UU TNI.
"Berdasarkan monitoring dan aduan yang kami terima, setidaknya ada 25 insiden serangan digital selama periode pembahasan hingga pengesahan UU TNI. Bentuk serangan yang terjadi beragam, mulai dari doxing penyebaran informasi data pribadi, pengancaman, peretasan akun media sosial, penangguhan akun, dan spam chat melalui aplikasi Whatsapp," kata Nenden saat konferensi pers secara virtual, Rabu (26/3).
Nenden mengungkapkan serangan ini sebagai bentuk tindakan represif dan mempersempit ruang masyarakat sipil di dunia digital. Ia menyebut hal ini sebagai upaya pembungkaman terhadap masyarakat sipil, mulai dari kekerasan fisik saat unjuk rasa hingga serangan digital.
"Ini bukanlah kejadian yang berdiri sendiri. SAFENet menemukan pola serupa pada momentum politik yang melibatkan perlawanan sipil. Ada serangan digital juga pada aksi Peringatan Darurat tahun lalu dan aksi tolak Omnibus Law," katanya.
Selain itu, SAFENet juga mencatat adanya narasi yang disampaikan oleh akun yang terafiliasi dengan TNI, seperti siapa yang menolak UU TNI dicap sebagai antek asing yang ingin memecah belah bangsa.
"Konten tersebut cukup masif disebarkan dalam beberapa akun, ada indikasi 14 akun resmi TNI terlibat penyebaran informasi, mulai dari Mabes TNI, Kodam, Koramil," katanya.
Lebih lanjut, Nenden mengungkapkan upaya pembungkaman dan delegitimasi suara masyarakat sipil ini menjadi preseden buruk bagi demokrasi Indonesia. Seharusnya, kata ia, masyarakat dilindungi dalam memberikan suara atau kritik kepada pemerintah.
"Kalau ini dibiarkan masyarakat akan takut menyampaikan aspirasi yang secara lebih jauh berdampak pada proses demokrasi," katanya.(P-4)
Pelaksanaan program pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) harus didasarkan pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahunan.
UU TNI tidak memenuhi syarat untuk dibentuk melalui mekanisme carry over dan lemah secara kepastian hukum.
Ia menyoroti pernyataan DPR dalam sidang sebelumnya yang menyebut pembahasan revisi UU TNI menggunakan mekanisme carry over.
Legislasi harusnya menjadi proses yang harus dijalankan oleh DPR dan pemerintah secara cermat dan hati-hati dan bukan administratif dan kegiatan rutin yang dilakukan para pembentuk UU belaka.
Dengan demikian, serangan terhadap OMS makin meluas ke daerah, tidak hanya terpusat di kota-kota besar saja.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved