Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Ada 25 Serangan Digital ke Masyarakat Sipil Selama Pembahasan Revisi UU TNI

Rahmatul Fajri
26/3/2025 15:55
Ada 25 Serangan Digital ke Masyarakat Sipil Selama Pembahasan Revisi UU TNI
Massa menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPR Gatot Subroto,, Jakarta, Kamis (20/3/2025).(MI/Susanto)

DIREKTUR Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Nenden Sekar Arum mencatat terdapat 25 serangan digital yang dialami masyarakat sipil selama periode pembahasan hingga pengesahan UU TNI atau beberapa hari terakhir. Ia mencatat serangan digital itu dialami masyarakat sipil yang menolak disahkannya UU TNI.

"Berdasarkan monitoring dan aduan yang kami terima, setidaknya ada 25 insiden serangan digital selama periode pembahasan hingga pengesahan UU TNI. Bentuk serangan yang terjadi beragam, mulai dari doxing penyebaran informasi data pribadi, pengancaman, peretasan akun media sosial, penangguhan akun, dan spam chat melalui aplikasi Whatsapp," kata Nenden saat konferensi pers secara virtual, Rabu (26/3).

Nenden mengungkapkan serangan ini sebagai bentuk tindakan represif dan mempersempit ruang masyarakat sipil di dunia digital. Ia menyebut hal ini sebagai upaya pembungkaman terhadap masyarakat sipil, mulai dari kekerasan fisik saat unjuk rasa hingga serangan digital.

"Ini bukanlah kejadian yang berdiri sendiri. SAFENet menemukan pola serupa pada momentum politik yang melibatkan perlawanan sipil. Ada serangan digital juga pada aksi Peringatan Darurat tahun lalu dan aksi tolak Omnibus Law," katanya.

Selain itu, SAFENet juga mencatat adanya narasi yang disampaikan oleh akun yang terafiliasi dengan TNI, seperti siapa yang menolak UU TNI dicap sebagai antek asing yang ingin memecah belah bangsa.

"Konten tersebut cukup masif disebarkan dalam beberapa akun, ada indikasi 14 akun resmi TNI terlibat penyebaran informasi, mulai dari Mabes TNI, Kodam, Koramil," katanya.

Lebih lanjut, Nenden mengungkapkan upaya pembungkaman dan delegitimasi suara masyarakat sipil ini menjadi preseden buruk bagi demokrasi Indonesia. Seharusnya, kata ia, masyarakat dilindungi dalam memberikan suara atau kritik kepada pemerintah. 

"Kalau ini dibiarkan masyarakat akan takut menyampaikan aspirasi yang secara lebih jauh berdampak pada proses demokrasi," katanya.(P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya