Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PENGESAHAN Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 34/2004 tentang TNI menjadi UU TNI menuai kecaman dari masyarakat sipil. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengatakan dengan RUU TNI disahkan, militerisme berpotensi kembali hadir di Tanah Air.
YLBHI menyebut mengecam keras pengesahan tersebut yang dilakukan hari ini, Kamis (20/3). Kendati demikian, Ketua Umum Pengurus YLBHI Muhamad Isnur mengatakan pihaknya sudah memprediksi hal tersebut.
"Ini pola yang sudah terlihat di DPR sejak revisi UU KPK, UU Cipta Kerja, UU Minerba, hingga UU BUMN," katanya lewat keterangan tertulis.
Menurutnya, DPR dan pemerintah telah menjadi tirani yang tak mentolerir lagi perbedaan dan kritik. Selain itu, partai politik lewat fraksinya dianggap Isnur sebagai kerbau dicucuk hidung yang ikut dengan selera penguasa.
Bagi YLBHI, suara dan kegelisahan rakyat sudah tidak lagi jadi pedoman serta acuan DPR maupun pemerintah dalam membuat undang-undang. Pasalnya, prinsip dan semangat negara hukum yang dijamin oleh konstitusi tak lagi menjadi dasar dan kerangka dalam menyusun dan berargumentasi.
"YLBHI melihat bahwa UU ini hanya untuk menyalurkan kepentingan elite militer dan politisi-politisi sipil yang tidak bisa dan tidak mau menaati aturan main yang demokratis," ujar Isnur.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti pengerahan pasukan militer dan polisi dengan senjata lengkap yang menghadang masyarakat sipil saat hendak melakukan aksi unjuk rasa tadi pagi. Berbagai upaya, sambung Isnur, dikerahkan agar masyarakat sulit bersuara, termasuk dengan memasang pintu dan pagar penghalang beton.
Selain itu, YLBHI juga menyoroti pengerahan paramiliter yang dilakukan secara terstruktur dan sistematis. Isnur menduga, upaya itu dilakukan untuk menimbulkan konflik horizontal.
"Wajah Indonesia semakin gelap dan masuk dalam cengkraman otoritarian, kembali terperosok dalam militerisme dan penundukan sipil. Kami sangat khawatir ini akan berdampak serius terhadp kebebasan sipil dan penghormatan HAM ke depan," jelasnya. (H-3)
MARCELLA Santoso diduga dijadikan kambing hitam terkait konten negatif soal Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI dan aksi Indonesia Gela.
REVISI Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) resmi disahkan pada Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 20 Maret 2025.
Seluruh jajaran kepolisian dan massa aksi diingatkan untuk terus menahan diri dalam menjaga setiap aksi demonstrasi berlangsung secara damai.
Apabila akun milik TNI ikut menyebarkan kritik atas aspirasi publik soal RUU TNI, TNI tak akan tinggal diam.
Kiranya perlu para petinggi negeri mendengar ulang ucapan-ucapan mereka di ruang publik. Tidakkah terlalu menekan gas, lupa rem, sehingga kebablasan?
Yuddy menilai merevisi UU TNI tidak hanya perihal penempatan TNI aktif di lembaga sipil. Hal yang penting, kata ia, bagaimana filosofi lahirnya UU TNI sebagai momentum reformasi ABRI.
Pelaksanaan program pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) harus didasarkan pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahunan.
UU TNI tidak memenuhi syarat untuk dibentuk melalui mekanisme carry over dan lemah secara kepastian hukum.
Ia menyoroti pernyataan DPR dalam sidang sebelumnya yang menyebut pembahasan revisi UU TNI menggunakan mekanisme carry over.
Legislasi harusnya menjadi proses yang harus dijalankan oleh DPR dan pemerintah secara cermat dan hati-hati dan bukan administratif dan kegiatan rutin yang dilakukan para pembentuk UU belaka.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved