Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
REVISI Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) harus dipastikan tidak terjadi duplikasi peran dengan lembaga lain, terutama dalam menghadapi ancaman nonmiliter. Aspek pembinaan dan penggunaan kekuatan TNI dalam menghadapi dinamika ancaman yang semakin kompleks, serta memastikan penegakan prinsip supremasi sipil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Tugas pokok TNI harus dipertegas agar tidak tumpang tindih dengan institusi lain. Hal ini krusial untuk memastikan efektivitas pelaksanaan tugas dan memperjelas peran TNI di berbagai sektor," kata Ketua Bidang Hukum dan Politik DPP Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI Polri (GM FKPPI) Wahyu Sandya, Jumat (14/3).
Selain itu, Wahyu menilai penempatan prajurit aktif di kementerian dan lembaga (K/L) di luar bidang pertahanan harus diatur dengan ketat. Menurutnya, penempatan ini harus didasarkan pada urgensi kebutuhan nasional yang bersinggungan dengan ancaman nonmiliter.
"Perubahan Pasal 47 harus memperjelas mekanisme dan kriteria penempatan prajurit aktif di K/L, agar tetap sejalan dengan prinsip netralitas TNI dan tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan," tegasnya.
Wahyu juga menegaskan, urgensi revisi UU TNI sebagai tuntutan reformasi TNI dan selaras dengan dinamika global.
"Perkembangan strategi, teknologi, dan kebijakan sejak diberlakukannya UU No. 34 Tahun 2004 menuntut reformasi TNI untuk meningkatkan profesionalisme dan kesiapan menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Sehingga revisi UU jadi penting agar postur TNI tetap selaras dengan dinamika kebijakan dan keputusan negara", tegasnya.
Lebih lanjut, Wahyu juga menyoroti pentingnya penyesuaian batas usia pensiun prajurit. Menurutnya, dengan meningkatnya usia harapan hidup rakyat Indonesia, batas usia pensiun yang diatur dalam Pasal 53 perlu dikaji ulang.
"Penyesuaian batas usia pensiun penting agar prajurit yang masih produktif dapat tetap memberikan kontribusi optimal bagi negara, namun juga memperhatikan keseimbangan dengan regenerasi di tubuh TNI," ujarnya.
Selain itu, Wahyu menekankan pentingnya keseimbangan kesejahteraan karier prajurit dengan pengembangan karier yang berkelanjutan.
"Revisi ini diharapkan dapat menciptakan sistem pembinaan karier yang adil dan transparan, sehingga prajurit TNI tidak hanya sejahtera secara materi, tetapi juga memiliki peluang yang jelas untuk berkembang," kata Wahyu.
Mahasiswa doktor ilmu hukum Universitas Jayabaya yang juga Founder Djakarta Law & Co Law Firm ini menegaskan pentingnya penambahan Pasal II tentang ketentuan peralihan terkait penyesuaian pengaturan batas usia pensiun.
"Ketentuan peralihan ini penting untuk memastikan proses adaptasi berjalan dengan tertib dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap pembinaan personel," tambahnya. (P-4)
Indonesia Police Watch (IPW) menilai pengerahan pengamanan TNI di Institusi Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri melanggar konstitusi UUD 1945 dan TAP MPR VII/2000.
Menurut Susi, Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 memaksa pembentuk undang-undang mengatur tiga hak-hak prosedural dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan program pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) harus didasarkan pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahunan.
UU TNI tidak memenuhi syarat untuk dibentuk melalui mekanisme carry over dan lemah secara kepastian hukum.
Ia menyoroti pernyataan DPR dalam sidang sebelumnya yang menyebut pembahasan revisi UU TNI menggunakan mekanisme carry over.
Legislasi harusnya menjadi proses yang harus dijalankan oleh DPR dan pemerintah secara cermat dan hati-hati dan bukan administratif dan kegiatan rutin yang dilakukan para pembentuk UU belaka.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved