Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Indonesia Memasuki Fase Otoritarianisme

Devi Harahap
24/10/2024 11:01
Indonesia Memasuki Fase Otoritarianisme
Indonesia sedang memasuki fase otoritarianisme.(MI)

DALAM kurun waktu tujuh tahun terakhir, berbagai negara di dunia secara umum tengah mengalami resesi negara hukum. Terdapat dua indikator yang turun dibandingkan tahun lalu (2023) yaitu pembatasan kekuasaan pemerintah (constraints on government powers) dan perlindungan hak dasar (fundamental rights). Penurunan dua indikator ini menjadi tanda adanya peningkatan pola pemerintahan otoritarianisme secara global. 

Begitupun yang terjadi di Indonesia, Indeks Negara Hukum pada tahun 2024 mengalami stagnasi dengan skor 0,53. Hal itu mengakibatkan peringkat Indonesia mengalami penurunan dua tingkat dibandingkan tahun lalu, dari peringkat 66 ke peringkat 68 dari 142 negara. Hal itu menandakan tidak ada perubahan berarti dalam perbaikan elemen-elemen hukum di negeri ini. 

Peneliti senior World Justice Project Erwin Natoesmal Oemar mengatakan saat ini Indonesia termasuk negara yang sedang memasuki fase otoritarian. Hal itu dilihat dari dua indikator yaitu pembatasan kekuasaan pemerintah dan perlindungan hak-hak dasar.

“Dapat disimpulkan bahwa Indonesia sedang memasuki fase otoritarianisme,” katanya dalam keterangan resmi yang diterima Media Indonesia pada Kamis (24/10). 

Selain itu, Erwin menjelaskan dalam konteks perlindungan hak-hak dasar, Indonesia masih mempunyai persoalan dalam perlindungan hak privasi, kebebasan beragama, proses hukum yang adil (due process of law), hak untuk hidup dan rasa aman, dan tidak adanya diskriminasi. 

“Nilai kelima sub indikator perlindungan hak-hak dasar (fundamental rights) itu berada di bawah nilai rata-rata negara ekonomi menengah atas dan negara-negara di Asia Pasifik,” jelasnya. 

Lebih lanjut jika dilihat secara keseluruhan, indikator sistem peradilan pidana (criminal justice system) masih tetap menjadi indiKator terburuk dari delapan indikator indeks negara hukum dengan nilai 0,39. 

“Dalam indikator ini, diskriminasi dalam penegakan hukum pidana merupakan sub-indikator yang paling buruk (0,26), yang kemudian diikuti oleh sistem koreksi yang efektif (0,34), dan proses penyidikan yang efektif (0,35),” katanya. 

Erwin mengungkapkan bahwa Indonesia telah gagal memperkuat institusi hukum dalam satu dekade terakhir (2014-2024). Oleh karena itu, dibutuhkan perbaikan institusi hukum yang lebih substantif (yang lebih menghormati hak warga negara) merupakan pekerjaan rumah yang harus menjadi catatan serius. 

“Reformasi hukum acara pidana yang lebih menghormati hak-hak dasar warga negara harus menjadi prioritas pemerintah baru,” jelasnya. 

Erwin menekankan bahwa dengan adanya tren penurunan indikator pembatasan kekuasaan pemerintah (contrains on government powers), hal itu berpotensi mengulang sejarah kelam Orde Baru di mana kekuasaan lebih terpusat pada strongman dibandingkan kepada strong institution (institusi yang kuat). (Dev/I-2)
 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Cahya Mulyana
Berita Lainnya