Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

Survei SPIN : Elektabilitas Prabowo Subianto Tembus di Angka 40 Persen

Media Indonesia
12/10/2023 20:14
Survei SPIN : Elektabilitas Prabowo Subianto Tembus di Angka 40 Persen
Ilustrasi(MI/Duta)

LEMBAGA Survey dan Polling Indonesia (SPIN) dalam hasil survei terbarunya menunjukkan Prabowo Subianto mendapatkan suara lebih banyak dari responden saat dia dihadapkan (head-to-head) dengan Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.

Dalam simulasi pilpres antara Prabowo dan Ganjar, Prabowo Subianto memperoleh 50,9 persen suara dari total 1.230 responden yang diwawancara pada 29 September—7 Oktober 2023.

Baca juga: KPU Minta Bantuan Menkes Tunjuk RS untuk Tes Kesehatan Capres-Cawapres

Sementara itu, Ganjar Pranowo memperoleh 38 persen suara, dan 11 persen responden lainnya tidak memilih.

Kemudian, simulasi pilpres antara Prabowo dan Anies, hasilnya Prabowo memperoleh 56,7 persen suara, sementara Anies 30,8 persen, dan yang tidak memilih 12,5 persen.

Baca juga: Jika Gugatan Usia Capres-Cawapres Dikabulkan, MK Menjadi Mahkamah Keluarga

Di luar simulasi head-to-head itu, SPIN juga membuat simulasi pilpres yang memasang beberapa nama tokoh, di antaranya tiga bakal calon presiden (capres) Prabowo, Ganjar, dan Anies.

"Pak Prabowo tetap menduduki peringkat pertama dengan 39,9 persen, disusul Ganjar Pranowo 31,1 persen, lalu Anies Baswedan 21,7 persen, dan yang belum punya pilihan 7,3 persen atau undecided voters," kata Direktur SPIN Igor Dirgantara , Kamis )12/10).

Igor pun menganalisis pengaruh elektabilitas Prabowo karena beberapa faktor, salah satunya ada "Jokowi Effect" dan "SBY Effect".

Pertama menurut Igor adalah peran Joko Widodo yang cukup intens memberikan sinyal tentang dukungannya kepada Prabowo Subianto untuk maju dalam bursa Pilpres 2024. Ditambah lagi soal sikap Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mendukung Prabowo sebagai calon Presiden.

"Adanya Jokowi effect dan SBY effect terhadap Prabowo sebagai Capres 2024 dan terbentuknya Koalisi Indonesia Maju. Masyarakat menilai bahwa sebagai capres 2024 Prabowo secara riil di-endorse oleh dua Presiden Indonesia yang berkuasa selama dua periode (10 tahun)," terangnya.

Alasan kedua disampaikan Igor adalah sikap Ganjar Pranowo yang cenderung blunder terkait beberapa aspek. Yang paling senter adalah soal penolakan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U 20 lalu.

"Blunder yang dilakukan oleh Ganjar Pranowo sendiri, seperti gagalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Ditambah lagi publik menilai Ganjar tidak berdaulat. Berbeda dengan Prabowo yang lebih berdaulat sebagai ketua umum partai (Gerindra) ketimbang Ganjar sebagai petugas Partai dari PDIP," jelas Igor.

Ketiga menurut Igor adalah soal Food Estate. Dimana proyek strategis nasional itu sebenarnya adalah program Presiden Joko Widodo yang dijalankan oleh Menteri Pertahanan. Sementara PDIP sebagai partai asal Jokowi justru melakukan serangan politik terhadap proyek tersebut, yang artinya banyak publik menilai bahwa PDIP sebenarnya sedang melakukan serangan politik ke Jokowi, bukan ke Prabowo secara langsung.

"Blunder yang dilakukan oleh PDIP sendiri seperti kritikan kerasnya terhadap proyek food estate dari Menhan. Padahal Presiden Jokowi tegas mengatakan tidak ada visi-misi menteri, yang ada adalah visi presiden," sambungnya.

Lalu yang keempat menurut Igor adalah narasi negatif yang disampaikan oleh Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang yang mengatakan bahwa seorang Presiden harus memiliki istri. Secara legal formil tentu tidak ada aturan yang memberikan syarat seorang capres ataupun cawapres harus memiliki istri. Sehingga apa yang dinarasikan Hanura yang notabane partai koalisi PDIP justru membuat banyak publik antipati terhadap Ganjar.

"Blunder yang dilakukan oleh salah satu Ketum partai pendukungnnya, Hanura, yang mengatakan bahwa presiden harus punya istri. Tidak ada konteksnya membicarakan kompetensi seorang capres dengan kepemilikan seorang istri. Faktanya banyak presiden di berbagai negara yang berstatus single. Sebut misalnya presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Korea Selatan Park Gen Hye (2013-2017), mantan PM Belanda Mark Rutte (2010), Presiden Filipina Benigno Aquino III (2010-2016), dan lain-lain," papar Igor.

Terakhir yang kelima dijelaskan Igor adalah, soal narasi hoaks yang dilontarkan oleh para pendukung Ganjar Pranowo yang dinilainya justru memberikan efek positif kepada Prabowo Subianto. (Ant/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya