Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Penyelesaian Nonyudisial Timbulkan Perdebatan di Masyarakat

Media Indonesia
04/7/2023 18:52
Penyelesaian Nonyudisial Timbulkan Perdebatan di Masyarakat
RDP DPD RI bersama dengan Menko Polhukam Mahfud MD, Wakil Jaksa Agung, dan BIN di Nusantara V Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (4/7/2023).(Dok. Istimewa )

KEPPRES No. 17 Tahun 2022, Keppres No. 4 Tahun 2023, dan Inpres No. 2 Tahun 2023 mengenai penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM yang berat atas peristiwa masa lalu dinilai telah menimbulkan perdebatan di masyarakat. Hal itu terungkap dalam RDP DPD RI bersama dengan Menko Polhukam Mahfud MD, Wakil Jaksa Agung, dan BIN di Nusantara V Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (4/7/2023).

Menurut Mahfud, negara telah memerintahkan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat baik secara yudisial dan nonyudisial secara simultan karena pascareformasi banyak bermunculan kasus pelanggaran masa lalu termasuk Peristiwa 1965. Tugas tersebut rupanya sulit ditunaikan. Selama 25 tahun berjalan tidak ada penyelesaian apapun yang dihasilkan sejak 1998.

“Tugas ini sangat sulit karena pada tahun 1998 hingga tahun ini tidak menghasilkan apa-apa. 25 tahun diperintah untuk menyelesaikan pelanggaran ini tapi tidak menghasilkan apa-apa,” ucap Mahfud.

Bahkan 35 orang pernah diseret ke meja hijau tapi semua dibebaskan atau tidak dapat dihukum. Pengadilan menilai tidak ada bukti yang kuat untuk menghukum para terdakwa. Hakim menanyakan kapan peristiwa itu berlangsung, di mana terjadi, jam berapa dan memakai apa. “Itu sulit dibuktikan karena peristiwa ini sudah bertahun-tahun. Jejaknya hilang semua,” ujarnya.

Sebelumnya dalam pembukaan RDP, Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono menyatakan pimpinan DPD RI telah berdiskusi intensif dengan pimpinan Alat Kelengkapan DPD RI dan telah mengundang para pakar untuk mendapatkan gambaran berkaitan Peristiwa Tahun 1965.

Wakil Ketua Komite I DPD RI Filep Wamafma juga mempertanyakan seberapa penting Presiden mengeluarkan keppres dan inpres tersebut serta kenapa pemerintah malah mengakomodir peristiwa 1965 melalui pendekatan nonyuridis. “Pertanyaan kami kenapa pelaku pelanggaran yang sudah bertahun-tahun ini tidak ada kejelasannya,” tutur Filep.

Anggota DPD RI asal Provinsi Sumatra Barat Alirman Sori mengatakan dalam prinsip negara hukum, peristiwa tersebut merupakan kasus besar ketika ada korban sudah pasti ada pelakunya. Namun sampai detik ini kasus tersebut masih abu-abu. “Bila pelakunya sudah meninggal atau sudah tua dan tidak ada bukti, dibuka saja siapa pelaku-pelakunya,” tutur Alirman.

Wakil Jaksa Agung Sunarta membeberkan penyidikan yang dilakukan pihaknya atas Peristiwa Tahun 1965-1966, Petrus (penembakan misterius), dan Peristiwa Paniai. Itu semua sudah diputus oleh pengadilan sebagai bukan pelanggaran berat. (RO/A-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irvan Sihombing
Berita Lainnya