Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
NASDEM menolak wacana penundaan pemilu yang kembali bergulir pasca adanya putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus). Putusan hakim nomor 755 tahun 2022 dianggap sebagai penodaan terhadap konstitusi.
"Kenapa demikian, karena dalam putusan PN Jakpus menyatakan menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024. Padahal, amanat konstitusi jelas menyatakan pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali," ujar Ketua Bidang Hubungan Legislatif Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem, Atang Irawan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/3).
Baca juga: Kawasan GBK Lokasi Hotel Sultan Kini Dikelola Kemensesneg
Atang yang juga merupakan pakar hukum tata negara ini menganggap keputusan PN Jakpus merupakan turbulensi yustisial yang mencoreng muka eksistensi peradilan. Tak hanya itu, putusan ini juga mencurigakan. Kecurigaan itu, kata Atang, ketika PN Jakpus memeriksa gugatan ini.
"Pertama, jika melihat dalam skema kontestasi politik bahwa sengketa sebelum pencoblosan yang berdimensi administrative menjadi domain Bawaslu, dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sehingga seharusnya, PN Jakpus menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard), tetapi justru diterima," bebernya.
Kecurigaan publik ini semakin menguat karena gugatan perdata tersebut menggunakan dasar Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Padahal, jika memperhatikan PERMA No.2 tahun 2019 menyatakan bahwa Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan atau Pejabat Pemerintahan (Onrechmatige Overheidsdaad), dan keputusan KPU selain penetapan perolehan suara merupakan perbuatan pemerintahan yang menjadi domain peradilan TUN yang diatur dalam Pasal 2 UU no 9 Tahun 2004.
Dalam hal ini menurut Atang, hakim telah melakukan ultra petita dengan melompat dari apa yang dimohonkan. Kasus tersebut adalah penyelesaian perdata yang putusannya seharusnya terkait dengan perbuatan KPU terhadap Penggugat dalam tahapan pemilu yang dimohonkan. Namun justru putusannya berakibat pada seluruh tahapan pemilu.
"Ironis memang jika kita memandang bahwa hakim dianggap tidak atau bahkan belum tahu regulasi tentang kontestasi politik, maka semakin menunjukan peradilan kita menuju kearah kesesatan berpikir, karena hakim harus dianggap memahami hukum sebagai bagian dari Prinsip Ius Curia Novit," kata Atang.
Jika memperhatikan kompetensi absolut peradilan, maka jelas bahwa PN Jakpus mencoba merobek peraturan perundang-undangan bahkan konstitusi, karena pengaturan tentang kewenangan pengadilan secara absolut sangat jelas dan imperatif yang tidak mungkin ditafsir.
"Ini sangat berbahaya dan gejala turbulensi yustisial jika dibiarkan secara liar dalam penegakan hukum dan keadilan," katanya. (OL-6)
KETUA Komisi XIII DPR dari Fraksi Partai NasDem Willy Aditya optimistis Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat bisa disahkan di era pemerintahan Prabowo Subianto.
Ketua Fraksi NasDem MPR itu mengatakan semangat program itu bagus, tetapi perlu digodok matang.
PENGUATAN langkah koordinasi dan sinergi antarpara pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah serta masyarakat harus mampu melahirkan gerakan antikekerasan.
SEJUMLAH partai politik menyatakan penolakannya terhadap Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 soal pemisahan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah atau lokal.
PUTUSAN Mahkamah Konstitusi No. 135/PUU-XXII/2024 tentang pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
MAJELIS Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI) akan mengadakan Rakornas I & Silaknas 2025 di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta pada 10-11 Juli 2025.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved