Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Pemilu Jalan Penguat Kekuasaan yang Benar

Sri Utami
10/10/2022 14:30
Pemilu Jalan Penguat Kekuasaan yang Benar
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja saat memberi sambutan dalam Sidang Pleno Kelima Global Network on Electoral Justice, di Bali, Senin (10/10).(MEDIA INDONESIA/SRI UTAMI)

PEMILIHAN umum (pemilu) yang menjadi bagian penting demokrasi merupakan cara melakukan perpindahan dan menguatkan kembali kekuasaan dengan cara yang benar, tidak dengan cara di luar konstitusi. 

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja dalam saat Sidang Pleno Kelima (5th Plenary Assembly) Global Network on Electoral Justice (GNE) di Badung, Bali, Senin (10/10), menekankan hal tersebut. 

"Apa yang terjadi, pergeseran kekuasaan dalam pemilu pemilihan umum adalah cara melakukan perpindahan kemudian menguatkan kembali kekuasaan tidak di luar konstitusi. Misalnya perang saling ribut satu sama lain kemudian terjadi kudeta dan ini yang tidak boleh dilakukan," papar Rahmat.

Ia menuturkan, Indonesia sudah memiliki sejarah yang kompleks  pemilihan umum di era sebelum reformasi. Kemudian, rakyat mulai memilih pemimpin secara langsung dalam pemilu. 

"Pemilihan umum itulah yang harus dijaga ke depan. Jadi jangan sampai eskalasi polarisasi itu menemukan jalan di luar konstitusional. Apa jalannya? Yaitu perang, ini yang paling mengerikan dan tentu tidak boleh terjadi," ujar Rahmat.

Bawaslu dan KPU memiliki tugas besar dengan harus membuat jalan sesuai konstitusi dan tunduk pada undang-undang. Ancaman polarisasi sangat kompleks terjadi di Indonesia. Hal ini berbeda dengan negara-negara lain yang polarisasinya hanya seputar perbedaan partai politik.

"Walaupun begitu banyak gesekan tapi tetap dalam kerangka hukum dan kerangka konstitusional begitu keluar itu yang kita takutkan. Di negara lain biasanya polarisasinya tidak berdasarkan agama misalnya partai buruh dan konvensional. Terjadi gesekan tapi tidak separah kita," paparnya.

Menurut Rahmat, jika berkaca dari pelaksanaan pemilu langsung sejak 1999-2004 atau era reformasi  tidak terjadi kondisi kedaruratan yang membuat pemerintah menurunkan aparatnya hingga menggunakan senjata api.

"Tidak ada urusan yang sampai ada senjata tank dari markas atau membawa senjata AK 47. Yang ada masih polisi, tentara itu pun tidak menggunakan senjata api tapi di negara lain ada sampai memakai AK 47 dan itu kami kira Indonesia punya adat, punya nilai yang sampai saat ini masih bagus," jelasnya.

Dalam perhelatan yang dihadiri 48 negara,74 otoritas, 24 organisasi internasional, 23 ahli dan pengamat,17 institusi akademik dan 7 aktor swasta tersebut, Rahmat, menyampaikan proses pilkada demokratis yang sukses dijalankan saat terjadinya covid-19 pada 2020. Pandemi covid-19 sudah berdampak besar pada praktek demokrasi di dunia dalam proses pemilihan yang sudah dialami oleh beberapa negara.

"Semua selamat tidak ada korban dalam pelaksanaan pilkada pada 2020. Pekerjaan rumah kita bersama dalam menghadapi. Pandemi covid sudah berdampak besar pada praktek demokrasi di dunia dalam proses pemilihan yang sudah dialami oleh beberapa negara," tutur Rahmat.

Ia mengatakan banyak persoalan yang tersangkut dan menghambat proses elektoral dalam menghadapi pemilu pada saat pandemi. Saat ini, pandemi sudah menuju akhir. Meski begitu, Bawaslu tetap berhati-hati dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.

Lebih lanjut Rahmat mengungkapkan Indonesia pada saat ini mengalami transformasi pengawasan dan pemidanaan. Bawaslu tidak hanya menjadi badan pengawas pemilu tetapi penegak keadilan dalam pemilu dan mengikuti proses dalam tindak pidana pemilu.

"Kami mempunyai fungsi pada saat ini untuk mengurusi, untuk menangani pelanggaran 4 pelanggaran. Pertama pidana, kedua pelanggaran administrasi pemilu ketiga pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu dan keempat pelanggaran hukum lain," imbuhnya.

Oleh sebab yang berkaitan dengan seluruh proses tersebut harus ditransformasikan dan didiskusikan aerta disebarkan kepada penyelenggara atau elektoral tribunal di seluruh dunia khususnya di Asia Pasifik.

"Kami sedang fokus pada Asia Pasifik agar apakah ini bisa diterapkan di negara lain atau juga hanya atau hanya menjadi sebuah prinsip yang bisa disatukan atau disamakan dengan negara yang mempunyai elektoral tribunal baik dalam proses ataupun hasil," ujar Rahmat.

Dia juga menerangkan elektoral tribunal Indonesia terbagi dari proses dan hasil yang akan menentukan. Bawaslu berharap sidang pleno yang digelar 8-11 Oktober membuka kesetaraan persepsi tentang elektoral tribunal, badan pengawas terbaik untuk melindungi hak pemilih, melindungi kesetaraan dalam memilih, non diskriminasi melindungi hak atas perempuan untuk memilih dan dipilih.

"Dan juga menjaga proses keadilannya tetap transparan dan bisa diakses oleh siapa pun juga. Sehingga kemudian sebuah pemilu bukan hanya menghasilkan sebuah penguasa tapi juga membuat produk demokrasi yang lahir dari sebuah proses yang transparan," ucapnya.

"Dan pemimpin yang lahir dari sebuah proses demokrasi yang transparan menyatukan proses dan memproduksi menganalisis informasi dan menghasilkan pemimpin yang sangat baik untuk demokrasi ke depan di seluruh negara di dunia," tandas Rahmat. (P-2)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya