WAKIL Presiden Ma’ruf Amin meminta seluruh elemen di masyarakat untuk terus membangun semangat kebersamaan dan saling pengertian. Pasalnya, sikap saling pengertian bisa memimalisir potensi konflik yang terjadi di masyarakat.
“Kalau saling pengertian terbangun, konflik bakal sulit terjadi biarpun ada yang berniat untuk membuat konflik,” kata Ma’ruf saat memberikan sambutan pada Hari Lahir Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ke-62 di Jakarta, Senin (18/4).
Lebih lanjut Ma’ruf berharap agar masyarakat menghindari adanya salah pengertian di antara masyarakat Indonesia yang majemuk.
“Jangan yang terbangun justru rasa salah pengertian menyebabkan terjadinya konflik di mana-mana,” tegasnya.
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar yang menyarankan agar dilakukan dialog terbuka antar anak bangsa. Sehingga tidak ada pihak merasa paling benar, baik kalangan nasionalis maupun Islam, di negara ini.
“Sehingga tidak ada perpecahan dalam bangsa ini ke depan,” ujarnya.
Ia mengkritik keberadaan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang seharusnya bertanggung jawab mengadakan dialog terbuka antar elemen bangsa kenyataannya tidak berjalan efektif. Hal ini terbukti sejumlah kelompok masyarakat Indonesia saat ini menyimpan api dalam sekam yang berpotensi menimbulkan perpecahan.
“Yang paling merasa Islam tapi sebenarnya bodoh mengenai Islam, yang paling merasa nasionalis namun menyatakanya dengan menyakiti saudaranya,” ujarnya.
Baca juga ; Puan Apresiasi Presiden Larang Menteri Bicara Penundaan Pemilu
Muhaimin khawatir apabila dialog terbuka ini tidak dilakukan, potensi perpecahan antar sesama anak bangsa bisa tidak terhindarkan. Apalagi saat ini masalah yang muncul akibat kesalahpahaman, kekuranganpahaman, kebodohan, dan ketidakmengertian tentang doktrin berbangsa dan bernegara.
“Hari ini kita bisa bilang persatuan dan kesatuan negara aman, namun 10-15 tahun ke depan belum tentu aman,” tegasnya.
Pada kesempatan itu, Wapres meminta PMII bersama seluruh komponen masyarakat lainnya, agar menjalin kolaborasi erat mewujudkan Indonesia yang tangguh menghadapi berbagai tantangan kini dan nanti. Salah satunya dengan terus meningkatkan daya saing global menuntut cendekiawan pergerakan mampu melihat dimensi yang luas dan dalam secara simultan dan seimbang, baik dari sisi ke-Indonesia-an, maupun dunia internasional.
“Namun demikian, upaya menyejajarkan diri secara ekonomi, bahkan melampaui negara-negara maju lain, tidak boleh mengesampingkan basis tradisi intelektual yang mampu berbaur, berdialog, dan menyatu dengan tradisi Nusantara yang beragam,” tegas Ma’ruf.
Ma’ruf juga melihat pengembangan ekonomi berbasis inovasi dan kreativitas ini belum sepenuhnya tercermin dalam kegiatan ekonomi nasional. Saat ini rasio kewirausahaan Indonesia masih sekitar 3,4%, tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga seperti Singapura (8,7%), Malaysia (4,7%), dan Thailand (4,2%).
“Untuk itu, kita ingin mendorong semangat kewirausahaan berbasis teknologi dan inovasi ini agar terus bertumbuh dalam praktik keseharian,” jelasnya.
Ma’ruf menyebutkan, saat ini Indonesia berada pada era di mana nilai tambah ekonomi tidak lagi hanya bergantung pada peningkatan jumlah modal dan tenaga kerja tetapi justru pada penguasaan pengetahuan dan juga teknologi yang mampu mendongkrak produktivitas secara berlipat ganda.
“Pengetahuan dan teknologi tak ubahnya kendaraan yang akan memacu produktivitas,” pungkasnya. (OL-7)