Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa memastikan tidak ada larangan untuk menerima anak atau keturunan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk mengikuti seleksi penerimaan prajurit TNI.
Baca juga: Keturunan PKI tidak Bisa Ikut Seleksi Prajurit TNI, Panglima: Dasar Hukumnya Apa?
Menurut Panglima TNI, larangan yang sempat tercatat dalam seleksi prajurit TNI itu tidak memiliki dasar hukum. Adapun Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXV/MPRS/1966 tidak melarang keturunan PKI mengikuti seleksi calon prajurit TNI.
Baca juga: Yenny Wahid: Isu PKI Digulirkan untuk Konsolidasi Politik
Tap MPRS itu diambil oleh MPRS yang bersidang pada 20 Juni hingga 5 Juli 1966. Dan pada 5 Juli, Tap MPRS itu ditandatangani oleh Jenderal AH Nasution selaku Ketua MPRS beserta Wakil Ketua MPRS yang terdiri dari Osa Maliki, HM Sumchan ZE, M Siregar, dan Brigjen TNI Mashudi.
Baca juga: Mahfud: TAP MPR Soal PKI Tidak Bisa Dicabut
Ketetapan itu adalah penguatan dari Keputusan Presiden Nomor 1/3/1966 tentang Pembubaran PKI. Keputusan tersebut didasarkan hasil pemeriksaan serta putusan Mahkamah Militer Luar Biasa terhadap para tokoh PKI yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G30S.
G30S adalah upaya penculikan yang menewaskan enam orang jenderal, satu perwira TNI AD, dan beberapa tokoh lainnya. Gerakan ini memunculkan gejolak ketidakpuasan rakyat yang menuntut Tri Tuntutan Rakyat atau Tritura 1966. Salah satu isi dari Tritura adalah pemerintah membubarkan PKI beserta ormas-ormasnya.
Sehingga, pemerintah membubarkan PKI pada 12 Maret 1966 seusai Soeharto mengambil alih kekuasaan lewat Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).
Baca juga: SMRC: Mayoritas Masyarakat Tidak Termakan Isu Kebangkitan PKI
Pasal 1 Menerima baik dan menguatkan kebijaksanaan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, berupa pembubaran Partai Komunis Indonesia, termasuk semua bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai ke daerah beserta semua organisasi yang seasas/berlindung/bernaung di bawahnya dan pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia, yang dituangkan dalam Keputusannya tanggal 12 Maret 1966 No. 1/3/1966, dan meningkatkan kebijaksanaan tersebut di atas menjadi Ketetapan MPRS.
Pasal 2 Setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut, dilarang.
Pasal 3 Khususnya mengenai kegiatan mempelajari secara ilmiah, seperti pada universitas-universitas, paham Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam rangka mengamankan Pancasila dapat dilakukan secara terpimpin dengan ketentuan bahwa Pemerintah dan DPR-GR diharuskan mengadakan perundang-undangan untuk pengamanan.
Pasal 4 Ketentuan-ketentuan di atas, tidak memengaruhi landasan dan sifat bebas aktif politik luar negeri Republik Indonesia.
Mendiang Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid atau yang kerap disapa Gus Dur sempat gencar menyuarakan agar Tap MPRS itu dicabut. Menurut Gus Dur, penjelasan tentang maksud pencabutan Tap tersebut karena ia ingin mendudukkan masalahnya secara tepat.
Presiden menandaskan bahwa UUD 1945 tidak melarang komunisme. Menurutnya, MPRS membuat Tap itu hanya melihat kepada PKI yang telah dua kali mengadakan pemberontakan. Hanya saja, kata Gus Dur, Tap MPRS No XXV/1966 dibuat serampangan. Sebab, lanjutnya, hak hukum dengan hak politik disamakan, padahal itu berbeda sekali. "Ada anak PKI yang tidak boleh apa-apa, sementara mereka tidak tahu tentang komunisme. Maka, kita jangan gebyah-uyah (pukul rata). Itu yang saya maksudkan." (Media Indonesia, 22 April 2000). (X-15)
Usman mendesak agar komisi I DPR turut memanggil Panglima TNI untuk meminta penjelasan terkait urgensi dan signifikansi penggerakan personel di kejaksaan.
Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto mengatakan pihaknya akan segera memanggil Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto buntut peristiwa ledakan amunisi
ANGGOTA Komisi I DPR Oleh Soleh mendesak adanya investigasi menyeluruh terhadap kasus ledakan dalam kegiatan pemusnahan amunisi kedaluwarsa di Garut. Komisi I ingin memanggil panglima TNI
JENDERAL (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan membantah kabar menyebut Presiden Prabowo Subianto menegur Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto karena memutasi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo
Putra Wakil Presiden keenam Try Sutrisno itu sempat menjadi satu dari 237 perwira tinggi TNI yang terdampak rotasi jabatan dan dimutasi sebagai staf ahli Kepala Staf TNI Angkatan Darat.
Dalam orasinya, Prabowo berkelakar bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo serta Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto tak akan diganti-ganti.
Akibat insiden itu korban mengalami sejumlah luka bacok pada bagian tubuhnya serta luka tembak di dada. Saat ini korban telah dievakuasi ke Jayapura.
ANGGOTA Komisi I DPR RI dari Fraksi PKB Oleh Soleh meminta rencana Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk merekrut 24 ribu prajurit baru dikaji secara matang dan mendalam.
Pengamanan dari TNI-Polri tidak hanya kepada institusi kejaksaan, tetapi juga kepada para jaksa yang merupakan bagian dari aparat penegak hukum.
Kristomei juga menegaskan bahwa segenap framing dan narasi sesat yang dibuat tanpa dilengkapi data/fakta kredibel, tendensius, dan tidak objektif yang bertebaran di ruang publik.
Dengan sorot mata berkaca-kaca, Panglima mengenang sosok ayahnya yang penuh dedikasi sebagai seorang Babinsa dan Danru.
Menurut Fahmi, prinsip dasar dari terbentuknya perpres tersebut harus didukung yakni mengerahkan TNI untuk melindungi seluruh komponen Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menjalankan tugas.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved