Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Hakim MK Pertanyakan Diskresi Kementerian dalam Pengangkatan Guru Besar

Indriyani Astuti
10/1/2022 14:05
Hakim MK Pertanyakan Diskresi Kementerian dalam Pengangkatan Guru Besar
Hakim MK Aswanto(Antara )

HAKIM Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto menanyakan alasan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi terkait pemberian diskresi terhadap para dosen yang diusulkan menjadi guru besar. Aswanto menilai pemberian diskresi justru menimbulkan kecurigaan pada pihak kementerian. Pasalnya, menurut Aswanto ada dosen yang bertahun-tahun diusulkan ke kementerian untuk menjadi guru besar, tetapi permohonannya belum membuahkan hasil.

"Jangan-jangan ini ada persoalan suka dan tidak suka. Kalau ada yang dikenal di dalam (kementerian) cepat banget. Kalau tidak dikenal bisa bertahun-tahun," tanya Aswanto meminta klarifikasi saksi fakta yang mewakili pemerintah yakni Direktur Sumber Daya Mohammad Sofwan Effendi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dalam sidang lanjutan uji materi Undang-Undang No 14/2005 tentang Guru dan Dosen, yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Senin (10/1).

Dosen Departemen Matematika Fakultas MIPA Universitas Indonesia (UI) Sri Mardiyati, menggugat Pasal 50 ayat 4 UU Guru dan Dosen ke MK. Menurutnya ada dugaan kartel gelar profesor di kementerian. Sehingga ia merasa ada peraturan yang membuatnya tidak lolos penilaian. Peraturan itu adalah Peraturan Menteri Nomor 92 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Dosen yang merupakan turunan dari Pasal 50 ayat 4 UU Guru dan Dosen.

Baca juga: Sunarta Resmi Dilantik Jadi Wakil Jaksa Agung

Dalam sidang, Sofwan mengungkapkan usulan promosi Sri menjadi professor diajukan 27 hari sebelum pensiun. Meski demikian, Kementerian memberikan diskresi dan tetap melakukan penilaian terhadap angka kredit jabatan fungsional dosen. Hasil akhir menyatakan permohonan itu belum dapat dipertimbangkan antara lain karena salah satu karya ilmiah Sri tidak memenuhi syarat.

Karena diskresi itu, Hakim Konstitusi Aswanto mempertanyakan sikap kementerian yang tidak konsisten terhadap surat edaran yang dibuat Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti. Surat itu menyatakan permohonan pengajuan guru besar maksimal paling lambat dua tahun sebelum pensiun.

"Kalau perlu, tidak ada diskresi untuk apa menerima permohonan tidak memenuhi persyaratan. Itu kan memberikan harapan palsu saja," tanya Aswanto.

Sofwan mengatakan diskresi dilakukan karena surat edaran Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti, berupa himbauan yakni bagi dosen dapat mengajukan permohonan guru besar maksimal dua tahun sebelum pensiun. Ia mengklaim diskresi diberikan tidak hanya pemohon. Melainkan juga pada dosen yang hampir pensiun. "Tapi ada yang berhasil dan tidak berhasil (menjadi professor)," ucapnya.

Permohonan guru besar yang disetujui sesuai ketentuan untuk jabatan rektor kepala sebanyak 1181. Sedangkan guru besar sebanyak 1228 yang berhasil disetujui. "Sisanya ditolak atau perlu perbaikan," imbuhnya.

Apabila permohonan itu ditolak setelah 3 kali pengajuan, Sofwan mengatakan biasanya rektor melakukan audensi ke kementerian untuk mencari solusi. Jika dalam audensi belum ditemukan solusi, terang dia, antara pemohon dan reviewer bisa mengajukan banding. "Komisi banding yang menentukan lolos atau tidak sesuai kriteria yang sudah ditetapkan Dirjen Dikti," tukasnya. (P-5) 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya