Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
SEBAGAI Badan Arbitrase terbesar dan tertua di Indonesia, Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sejak didirikan oleh Kamar Dagang Indonesia (KADIN) pada 44 tahun silam hingga saat ini tercatat telah memeriksa dan memutus lebih dari 1000 perkara sengketa bisnis yang terjadi di Tanah Air.
Sebagai lembaga penyelesaian sengketa bisnis di luar pengadilan, BANI pun harus menyelaraskan kegiatannya dengan kondisi pandemi saat ini, termasuk dalam hal pengaturan penyelesaian sengketa arbitrase di era digital, agar proses persidangan dapat terlaksana dengan baik dan tepat waktu.
“Untuk itu di masa pandemi ini kami memberikan pilihan kepada para pihak untuk mengadakan sidang secara fisik atau virtual, adapun jika para pihak memilih sidang secara fisik, kami telah membuat protokol yang disempurnakan dan disesuaikan dengan protokol kesehatan yang berlaku,” demikian diungkapkan Ketua BANI, Anangga W. Roosdiono dalam sambutannya pada acara Peringatan Ulang Tahun ke-44 BANI, di The Westin Jakarta, (30/11).
Baca juga: Kalah di Pengadilan Arbitrase London, Garuda Siapkan Langkah ...
Anangga menyebutkan dalam usianya yang ke-44, BANI bertekad dapat sejajar dengan lembaga arbitrase di luar negeri, dan terus berusaha tetap menjadi suatu badan arbitrase yang terpercaya dan mempunyai kredibilitas di tingkat nasional dan internasional.
Peringatan HUT BANI ke-44 ini mempunyai arti yang sangat penting bagi eksistensi BANI karena terbit putusan dikabulkannya permohonan Peninjauan Kembali oleh Mahkamah Agung berkaitan dengan gugatan yang diajukan oleh pihak-pihak yang berusaha menggoyahkan eksistensi BANI.
Sementara itu, Wakil Ketua BANI, Huala Adolf menyebutkan bahwa BANI telah mempunyai peraturan dan prosedur penyelesaian sengketa arbitrase secara elektronik yang dituangkan dalam Surat Keputusan BANI Nomor 20.015/V/SK-BANI/HU tentang Peraturan dan Prosedur Penyelenggaraan Arbitrase Secara Elektronik. Akan tetapi menurutnya, BANI harus terus berinovasi menyiapkan infrastruktur teknologi yang memadai untuk menunjang perkembangan arbitrase elektronik itu.
“BANI telah menyiapkan rules yang akan terus kita sempurnakan, dan yang perlu kita lengkapi juga infrastruktur teknologinya. Karena aturan hukum ke depan bukan hanya menyangkut mengenai perangkat, azas, dan proses, tetapi juga teknologi,” ungkap guru besar Fakultas Hukum UNPAD itu.
Dalam rangkaian peringatan HUT ke-44 BANI yang berlangsung sejak pertengahan November 2021, BANI menggelar beberapa kegiatan seperti penandatanganan MoU dengan Universitas Pelita Harapan, dan beberapa webinar yang berkaitan dengan arbitrase.
Acara puncak peringatan HUT diselenggarakan pada tanggal 30 November 2021. Kali ini ditandai dengan peluncuran buku "Kompilasi Tulisan Para Arbiter, Akademisi dan Praktisi Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa” yang ditulis oleh 26 orang arbiter, akademisi dan praktisi. Kemudian acara dilanjutkan dengan Webinar yang bertema “Arbitrase di Era Digital”, yang dipandu oleh Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran, Ida Nurlinda. Sebagai narasumber, ada empat orang dari berbagai latar belakang, yaitu Ahmad M. Ramli, Eri Hertiawan, Garuda Wiko, dan Dhaniswara K. Harjono.
Dalam paparannya yang komprehensif, Ahmad M. Ramli menyampaikan topik Arbitrase Pasca Pandemi, dan Fenomena Arbitrase yang Dipercepat ( Expedited Arbitration ).
Selanjutnya, praktisi dan advokat senior Eri Hertiawan memaparkan pengalamannya. Persidangan secara online tidak hanya dibutuhkan saat pandemi, tetapi sudah menjadi mekanisme yang tidak terelakkan di masa kini dan mendatang. Dunia arbitrase kini harus bersinergi dengan bidang lain misalnya real-time transcript, recording, evidence presentation, e-bundle, dan platform untuk virtual hearing.
Prof. Garuda Wiko menyampaikan pandangannya bahwa pola sengketa dalam ekonomi digital membawa dua isu yang mengemuka. Pertama, kesiapan forum arbitrase dalam penyelesaian sengketa yang berorientasi pada ekonomi digital. Kedua, adopsi teknologi ekonomi digital di dalam prosedur arbitrase itu sendiri.
Dari sudut pandang pengusaha, narasumber Dhaniswara K. Harjono menyampaikan tantangan ekonomi digital di Indonesia, dan kemudian bagaimana arbitrase dalam ekonomi digital mengatasi tantangan tersebut.
Dalam kesempatan ini Dhaniswara menyebutkan KADIN sebagai pendiri BANI tetap konsisten mendukung BANI sebagai pilihan utama para pelaku bisnis, dan mendorong para anggota KADIN untuk menyelesaikan sengketa secara damai di luar pengadilan, di mana salah satunya adalah melalui arbitrase di BANI. (Ant/A-1)
Nikita Mirzani meminta Presiden RI Prabowo Subianto untuk meluruskan hukum di Indonesia, usai menjalani sidang dakwaan kasus pemerasan.
PRESIDEN Prabowo Subianto menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 yang mengatur pembebasan bersyarat bagi saksi pelaku yang bertindak sebagai justice collaborator.
Bayu melaporkan bahwa struktur kepengurusan baru telah terdaftar secara resmi melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-0000825.AH.01.08.TAHUN 2025.
Hanna Kathia adalah lulusan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran dan konsern mengembangkan spesialisasinya dalam bidang arbitrase, korporasi, litigasi hingga kekayaan intelektual.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved