Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
PEMERINTAH secara resmi telah membentuk Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (4/6). Pembentukan Satgas ini dikatakan merupakan tindak lanjut dari Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, Satgas ini dibentuk untuk menagih utang sebesar Rp110,4 triliun dari para obligor atau debitur yang terlibat dalam kasus BLBI pada tahun 1997-1998.
"Hakim agung menyatakan ada kerugian negara dari BLBI ini, tapi itu bukan korupsi. Ada yang bilang itu pidana, ada yang bilang perdata dan tata usaha negara. Semuanya menyatakan ada kerugian negara. Berdasarkan itu, maka memang tidak ada masalah. Maka pemerintah sekarang akan melakukan penagihan kepada semuanya yang jumlahnya sekitar Rp110,4 triliun. Itu akan ditagih semuanya," ungkapnya dalam konferensi pers secara daring.
Mahfud berharap agar semua obligor dan debitur yang akan ditagih bertindak secara kooperatif. Pasalnya, utang tersebut merupakan uang negara. Dia juga meminta obligor dan debitur proaktif dan memiliki kesadaran untuk mendatangi sendiri sebelum ditagih.
Baca juga: Mahfud MD Datangi KPK untuk Minta Data BLBI
"Tidak ada yang bisa bersembunyi karena ada daftar obligor dan debitur. Jadi kami tahu anda pun tahu. Jangan saling buka, mari kooperatif saja. Kami akan bekerja dan anda juga harus bekerja untuk negara. Kalau terjadi pembangkangan, meskipun ini perdata, bahwa kalau sengaja melanggar utang keperdataan ini bisa berbelok ke pidana," kata Mahfud.
"Karena kalau dia sudah tidak mau memberi utangnya, atau memberikan bukti palsu dan selalu ingkar, itu bisa saja di data merugikan keuangan negara, memperkaya diri sendiri atau orang lain dan melanggar hukum karena tidak mengakui yang sudah disahkan secara hukum sebagai utang. Sehingga nanti bisa berbelok lagi ke korupsi hukumnya," sambungnya.
Menurut Mahfus, pihaknya memiliki peraturan yang jelas untuk menaguh utang dari para obligor dan debitur BLBI. Di antaranya ada peraturan dari KPK, Kejaksaan Agung, Bareskrim dan juga instrumen internasional UNCAC (United Nation Convention Against Corruption) yang dapat dipakai sebagai landasan.
"Karena ini kerja sama lintas negara untuk menindaklanjuti tindak pidana korupsi dan juga mengembalikan aset negara. Itu intinya dan itu bisa dipakai karena Indonesia sudah meratifikasi UNCAC ini. Menurut data sementara yang kami punya, memang ada beberapa aset atau obligor atau debitur yan berada di luar negeri, jadi mohon kerja samanya," pungkas Mahfud. (OL-4)
Kasus itu menjadi bagian dari megakorupsi yang berhasil diungkap. Perkara ini masuk ke dalam daftar perkara korupsi yang merugikan keuangan negara dengan nilai sangat fantastis.
Indonesia memiliki sejarah kelam terkait kasus-kasus korupsi yang tidak hanya mengakibatkan kerugian materi, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Satgas BLBI telah menyita dan melelang barang milik Marimutu Sinivasan karena bos Texmaco itu tak kunjung membayar utang ke negara.
Masih ada 21 obligor pengemplang BLBI dengan nilai tagih Rp34 triliun dan 419 debitur yang menjadi prioritas dengan nilai tagih sebesar Rp38,9 triliun dan US$4,5 miliar.
KEBERADAAN buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Marimutu Sinivasan tak diketahui usai ditangkap pihak Imigrasi Entikong, Kalimantan Barat, pada Minggu (8/9).
Penangkapan dilakukan saat Petugas Imigrasi di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong mencegah keberangkatan pria 87 tahun itu ke Kuching, Malaysia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved