Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
KETUA Umum Patriot Garuda Nusantara (PGN) Kyai Haji Nuril Arifin Husein atau yang biasa akrab dipanggil Gus Nuril menegaskan sudah
seharusnya rakyat Indonesia membantu Polri dan TNI dalam memerangi terorisme atau radikalisme. Hal itu disampaikan Gus Nuril saat tampil sebagai pembicara dalam dialog kebangsaan bagi ratusan anggota Patriot Garuda Nusantara Provinsi Bali di Denpasar, Senin (31/5) malam.
Hadir pada kesempatan tersebut antara Panglima Komando Patriot Garuda Nusantara (PGN) Wilayah Bali, Gus Yadi, Ketua Patriot Garuda Nusantara Wilayah Bali Daniar Trisasongko serta undangan lainnya.
Gus Nuril mengatakan, Indonesia memiliki Satuan Densus 88, juga Gultor. Dunia segan dengan kesatuan yang bertugas memberantas terorisme ini. Sesungguhnya hal itu tidak penting.
Baca juga: Masyarakat Diminta Naikkan Bendera di Hari Lahir Pancasila
"Seharusnya semua rakyat Indonesia ini membantu Kepolisian memerangi terorisme. Bukan malah mendirikan ormas-ormas keagamaan, saling berantem di jalanan. Bukan malah membawa ideologi baru yang bertentangan dengan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika," ujarnya.
Kondisi bangsa saat ini masih menghadapi ancaman keterpecahan ideologi dan terorisme. Faktanya, anak sekolah sudah diajarkan membawa bendera
Palestina. Dimana-mana sudah diajarkan jihad.
"Ada sekolah-sekolah yang dari kecil sudah diajarkan dengan jihad dengan membawa bendera Palestina. Harusnya rakyat biasa pun bisa bergerak untuk melawan ini semua. Kalau takut salahkan kepolisian. Jangan semuanya polisi. Rakyat harus membela meringankan beban Polisi, tidak semuanya harus diserahkan ke polisi," serunya.
Anak kecil sudah diajarkan jihad tanpa ada penjelasan. Padahal jihad hanya bisa terjadi ketika Indonesia ini diserang pihak asing. Sementara saat ini Indonesia tidak sedang diserang oleh negara manapun di dunia ini.
Ia mengisahkan, ketika kondisi ini terjadi, ada yang datang ke pesantrennya bertanya bagaimana menghadapi ini semua.
"Saya minta agar ini ditangkap, diproses hukum, dan jangan dibiarkan. Makanya Kapolda Metro, mas Fadil, berjanji jika dia akan kejar kemana pun," tegasnya.
Ia mengatakan, sejarah bangsa-bangsa di dunia telah membuktikan terjadinya perpecahan dalam negeri hanya karena agama atau ideologi. Sebut saja Arab Saudi, Yaman, Suriah, yang walau sama-sama Muslim tapi pecah semua.
Di Eropa ada Inggris, Irlandia, Belanda dan Belgia yang sama-sama Kristen tapi juga pecah belah.
Di Indonesia kondisinya masih mengancam. Sampai saat ini masih ada polarisasi yang berpotensi mengancam disintegrasi bangsa.
"Masih ada kecebong, masih ada kadrun, masih ada kodok dan berbagai sebutan lainnya. Padahal Pilpres sudah selesai. Jokowi sudah terpilih jadi presiden. Mas Prabowo sudah jadi menteri. Harusnya sudah selesai. Tetapi kenapa masih ada perpecahan. Di DKI Jakarta, Pilgub sudah selesai, kenapa masih ada kadrun, masih ada cebong, kodok. Ini ancaman perpecahan," ujarnya.
Dalam kondisi seperti ini sudah seharusnya rakyat Indonesia bangkit untuk melawan ancaman perpecahan dan disintegrasi bangsa. Di sinilah konsep Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta harus dikedepankan. Jangan sampai hal ini terjadi.
"Indonesia harus kembali pesan leluhurnya yakni Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Kita yang dulunya tidak ikut berjuang, tugas kita adalah menjaganya. Kebangetan kalau hanya diminta menjaga tapi tidak bisa. Kalau benar-benar Pancasila maka tidak ada lagi kadrun, tidak ada lagi cebong, tidak ada lagi kampret. Masa menyebut diri Pancasila tetapi membenci saudaranya sendiri," pungkasnya. (OL-1)
PAKAR terorisme Solahudin menyebut Indonesia saat ini berada di era terbaik dalam penanganan terorisme berkat strategi kolaboratif antara soft approach dan hard approach.
Pencegahan tidak hanya dilakukan dari sisi keamanan tapi juga harus bisa memanfaatkan teknologi IT
Gubernur Khofifah dan BNPT RI berkomitmen tanamkan moderasi beragama sejak dini di sekolah untuk cegah radikalisme. Jatim perkuat sinergi pusat-daerah.
BADAN Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama Komisi XIII DPR RI terus memperkuat upaya pencegahan radikalisme dan terorisme.
EKS narapidana terorisme (napiter) Haris Amir Falah mengungkapkan desa sering menjadi sasaran utama kelompok radikal dalam merekrut anggota baru.
Saat ini kita harus mendukung kebijakan pemerintah dalam memperkuat langkah strategis mengatasi radikalisme.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved