Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Jeda Kemanusiaan di Papua untuk Cegah Konflik Meluas

Tri Subarkah
27/4/2021 21:59
Jeda Kemanusiaan di Papua untuk Cegah Konflik Meluas
Ilustrasi(Antara)

KONFLIK yang terjadi di tanah Papua dalam beberapa waktu terakhir mengalami peningkatan. Teranyar, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Papua Brigjen TNI I Gusti Putu Danny gugur atas penembakan yang diklaim oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, Organisasi Papua Merdeka (TPNB-OPM) pada Minggu (25/4) lalu di Distrik Begoa, Kabupaten Puncak.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cahyo Pamungkas, menawarkan pemerintah dan TPNB-OPM untuk melakukan jeda kemanusiaan atau humanitarian pause.

Langkah ini diperlukan untuk mencegah perluasan konflik yang mengakibatkan korban, baik dari kedua belah pihak maupun warga sipil.

"Bentuknya adalah penghentian tembak menembak untuk sementara waktu antara pihak yang berkonflik dengan tujuan memberikan warga sipil akses agar bisa keluar dari lokasi konflik," kata Cahyo saat dihubungi Media Indonesia dari Jakarta, Selasa (27/4).

Cahyo menyebut upaya ini bisa dilakukan di beberapa wilayah dengan tingkat kekerasan yang tinggi, misalnya Kabupaten Nduga, Intan Jaya, maupun Puncak. Lamanya penerapan jeda kemanusiaan juga tidak memiliki patokan khusus, bisa berlangsung 3x24 jam, 7x24 jam, maupun sebulan.

Yang jelas, kata Cahyo, proses jeda kemanusiaan dapat dilaksanakan atas kesepakatan kedua belah pihak, yakni TNI-Polri dan TPNB. Ia percaya jeda kemanusiaan merupakan pintu masuk untuk dalam penyelesaian konflik jangka panjang.

"Jadi skenarionya, pertama jeda kemanusiaan, kedua gencatan senjata, ketiga baru dialog yang dimediasi antara pihak yang berkonflik untuk mencari solusi politik yang pernamen," terang Cahyo.

Mekanisme jeda kemanusiaan yang ditawarkan ini sekaligus bentuk penolakan rencana pengerahan kekuatan militer atau kepolisian dalam persoalan konflik di Papua. Menurut Cahyo, pendekatan keamanan bukan merupakan solusi yang tepat. Pihak yang berkonflik, lanjutnya, harus melakukan dialog.

Sebelumnya, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Bambang Soesatyo, mendesak pemerintah dan aparat keamanan seperti TNI, Polri, maupun BIN, bergerak cepat untuk melakukan tindakan tegas dan terukur terhadap kelompok kriminal bersenjata di Papua.

"Saya meminta pemerintah dan aparat keamanan tidak ragu dan segera turunkan kekuatan penuh menumpas KKB di Papua yang kembali merenggut nyawa. Tumpas habis dulu. Urusan HAM kita bicarakan kemudian," kata Bambang dalam keterangan tertulisnya, Senin (26/4).

Pernyataan Bambang langsung direspon Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid. Melalui keterangan tertulis kepada Media Indonesia, Usman menyayangkan pernyataan Bambang dan menilainya telah mengenyampingkan HAM.

"Pernyataan itu bisa berpotensi mendorong eskalasi kekerasan di Papua dan Papua Barat. Hak asasi manusia merupakan kewajiban konstitusi sehingga harus menjadi prioritas dalam setiap kebjakan negara," ujar Usman. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik