MAJELIS hakim PN Jakarta Pusat kembali menunda sidang gugatan perkara Yayasan Harapan Kita (Pengurus TMII) bersama keluarga Cendana.
Sidang perkara yang diajukan oleh Mitora Pte, Ltd ini akan dilanjutkan Mei 2021.
Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Bambang Nurcahyono menjelaskan sidang perkara ini sudah digelar sebanyak dua kali, yakni 31 Maret 2021, dan 21 April 2021. Menurut dia, sidang kedua Pengurus Taman Mini Indonesia Indah (TMII) mangkir.
“Pada persidangan ke-2 lalu, yang tidak hadir yaitu Pengurus TMII sebagai turut tergugat III dan BPN sebagai turut tergugat IV,” kata Bambang Senin (26/4).
Sementara, Bambang mengatakan tergugat lainnya Siti Hardiyanti Rukmana dan keluarga Cendana hadir dalam persidangan dengan memberi kuasa kepada pengacaranya.
“Tergugat I yaitu Siti Hardiyati Rukmana, dan seterusnya keluarga Cendana, sudah memberikan kuasanya. Jadi yang hadir adalah kuasa Siti Hardiyanti Rukmana dan Keluarga Cendana,” ujarnya.
Menurut dia, dalam hukum acara perdata, pihak-pihak yang tidak dapat hadir akan kembali dipanggil pada persidangan berikutnya. Baik hadir sendiri maupun diwakilkan oleh kuasa hukumnya.
“Jika salah satu pihak ada yang tidak hadir, maka majelis hakim akan menunda sidangnya dan memerintahkan pengadilan melalui jurusita memanggil pihak yang tidak hadir itu,” jelasnya.
Maka dari itu, Bambang mengatakan majelis hakim akan kembali menggelar sidang kasus ini pekan depan atau sidang ke-3 pada 5 Mei 2021.
“Agendanya masih memanggil pihak yang tidak hadir, dan jika lengkap maka penunjukkan mediator,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengatakan tim transisi pengambilalihan TMII akan mengaji gugatan perusahaan asal Singapura, Mitora Pte. Ltd. kepada Yayasan Harapan Kita.
"Mungkin ada itu nanti akan dilihat ya. Tapi dari Perpres yang ada tidak ada pertimbangan itu."
Hal ini disampaikan Moeldoko saat ditanya ihwal kaitan gugatan Mitora kepada keluarga Cendana dan pengambilalihan TMII oleh pemerintah.
Mitora menggugat Yayasan Harapan Kita dan keluarga Presiden RI ke-II Soeharto atas konflik pengelolaan TMII.
Perusahaan itu juga meminta PN Jaksel menyita Museum Purna Bhakti Pertiwi yang berada di dalam TMII dan menggugat anak-anak Soeharto senilai Rp584 miliar.
Dalam gugatan perdata itu, Mitora menyertakan lima pihak tergugat yang merupakan anggota keluarga Soeharto.
Mereka adalah Tutut Soeharto, Bambang Trihatmodjo, Titiek Soeharto, Sigit Harjojudanto, dan Mamiek Soeharto, serta Yayasan Purna Bhakti Pertiwi, lembaga yang didirikan keluarga Cendana pada masa Orde Baru, juga turut digugat.
Adapun Mitora merupakan perusahaan penggarap proyek pengembangan TMII. Belum ada alasan rinci perihal alasan perusahaan ini mengajukan gugatan.
Mitora Pte Ltd merupakan perusahaan penyedia jasa konsultan manajemen umum yang berdiri pada 13 Maret 2002 dan beralamat di 9 Raffles Place, #57-00, Republic Plaza, Singapura 048619.
Laman psud-cuds.id mencatat, salah satu proyek yang terkait dengan Mitora Pte Ltd, yaitu Visioning Taman Mini Indonesia Indah
Pada Selasa (13/4), Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga menunda sidang gugatan yang diajukan Mitora, Ple, Ktd terhadap Yayasan Purna Bhakti Pertiwi serta keluarga Cendana (keluarga Presiden Soeharto). Sebab, tergugat mangki
“Iya (ditunda) sampai 4 Mei 2021. Karena pihaknya belum lengkap, makanya ditunda untuk memanggil pihak tergugat dan turut tergugat,” kata Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Haruno.
Perkara yang teregister Nomor: 244/Pdt.G/2021/PN JKT.SEL ini sudah dua kali digelar proses persidangannya, yakni 5 April 2021 dan 13 April 2021. Kabarnya, para tergugat belum pernah menghadiri sidang tersebut.
“Sepertinya iya (dua kali para tergugat tidak hadir sidang),” ujarnya.
Dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, perkara ini diajukan oleh kuasa hukum Mitora yakni Muhammad Taufan Eprom Hasibuan pada Senin, 8 Maret 2021.
Sementara, ada enam tergugat yakni Yayasan Purna Bhakti Pertiwi, Siti Hardianti Hastuti Rukmana, H. Bambang Trihatmojo, Siti Hediati Hariyadi, H. Sigit Harjojudanto dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
Kemudian, turut tergugatnya yaitu Soehardjo Soebardi, Pengurus Museum Purna Bhakti Pertiwi, Kantor Pertanahan Jakarta Pusat dan Kantor Pertanahan Jakarta Timur. (OL-8)