Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Polisi Diminta Tidak Ragu Menindak Jaringan Teroris

Indriyani Astuti
30/3/2021 13:05
Polisi Diminta Tidak Ragu Menindak Jaringan Teroris
Ketua ummum PBNU Said Aqil SirajĀ (MI/Indriyani )

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siraj berharap kepolisian tidak ragu-ragu dalam menindak jaringan terorisme. Hal itu diutarakan saat membuka webinar bertajuk "Mencegah Terorisme dan Radikalisme, Melahirkan Kembali Keharmonisan Sosial", Selasa (30/3).

"Kepolisian tidak ragu-ragu dan gamang dalam memberantas terorisme. Kita semua tidak mau ada kegaduhan di negeri kita yang sudah stabil dan mapan ideologinya (pancasila). Ideologi bangsa sudah selesai, tinggal diinternalisasi bukan diperdebatkan lagi," ujar Kyai Aqil.

Ia lebih jauh mengutarakan terorisme dan radikalisme merupakan ancaman laten yang menganggu keharmonisan dan stabilitas bangsa. Diketahui pelaku bom di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3), berafiliasi dengan jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD), organisasi yang berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

"Kalau kita ingin mengabisi jaringan terorisme, harus dari benihnya. Ajaran Wahabi dan Salafi merupakan pintu masuk terorisme. Meski tidak semua yang berfaham Wahabi teroris," ujar Kyai Aqil.

Dalam melakukan kontranarasi ajaran terorisme dan radikalisme, ia mengusulkan agar pelajaran agama yang disampaikan di fakultas umum tidak semua diisi oleh aqidah dan syariah. Tetapi juga materi akhlak sehingga generasi muda bisa menghargai, menghormati dan toleran. 

Baca juga: Wagub DKI: Pengeboman Makassar Karena Salah Memahami Agama

Pada kesempatan yang sama, Deputi VII Badan Intelejen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto mengatakan BIN telah memburu jaringan pelaku bom di Makassar sejak 2015. Ia mengungkapkan dari data-data yang dikumpulkan, pihaknya menemukan kelompok tersebut mempunyai keterkaitan dengan teror di Poso, Sulawesi Tengah.

"Dua ini (suami-istri terduga pelaku bom bunuh diri di Katedral Makassar) sebenarnya buronan dalam posisi pencarian. Kelompoknya banyak berpencar di berbagai wilayah, Jawa Sumatera dan Nusa Tenggara. Mereka mengubah berbagai cover seperti pekerjaan, menutup kontak lama dan berpindah-pindah," ungkap Wawan.

Disampaikan Wawan bahwa jaringan radikalisme dan terorisme menyasar anak muda rentan usia 17-24 tahun. Hal itu, terang Wawan, dikuatkan dengan survei Badan Nasional Penggulangan Terorisme (BNPT) 80% karena milenial rentan terpapar ideologi tersebut. Adapun salah satu yang harus diantisipasi, ujar dia, ialah penyebaran paham-paham tersebut melalui internet dan media sosial.

Penyebaran paham radikalisme, terang Wawan, menjadi menarik bagi generasi muda yang sedang mencari eksistensi dibumbui dengan aksi heroik dan dikemas dengan narasi ketidakadilan sosial dengan anggapan bahwa tatanan sosial saat ini perlu dibenahi dan generasi muda diposisikan sebagai juru selamat dengan cara radikal.

"Radikalisasi melalui media sosial bisa menciptakan teroris baru. Selama ini Kementerian Komunikasi dan Informatika telaj melakukan berbagai cara untuk membendung masalah ini namun langkah itu tidak cukup efektif, langkah tanpa adanya filter dari penyedia plafrom media sosial," tukasnya.

Baca juga: Bom Makassar, Polisi Sita Lima Bom Sumbu Siap Pakai

Di kesempatan yang sama, Direktur Pencegahan BNPT Brigadir Jenderal Polisi Ahmad Nurwakhid, mengatakan penanggulangan radikalisme dan terorisme antara lain dilakukan dengan penegakan hukumnya. Lalu pencegahannya melalui tindakan kesiapsigaan nasional, kontraradikalisasi dan deradiklisasi.

"Kesiapsigaan nasional berbicara pencegahan pada mereka yang belum terpapar melalui pembangunan karakter, akhlak, perilaku, budi pekerti supaya imun atau kebal dari radikalisasi. Kontraradikalisme bagi mereka yang sudah terpapar dengan tingkat rendah dan sedang. Sedangkan, deradikalisasi upaya mengurangi paham tersebut pada para narapidana pelaku, terduga dan mantan narapidana terorisme," paparnya.

Pada webinar dibahas pula peran pendidikan tinggi dalam mencegah radikalisme di lingkungan kampus dan ambil bagian ambil bagian untuk mendidik insan yang memahami serta mengamalkan empat konsensus (kesepakatan) dasar bangsa, yakni Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhineka Tunggal Ika. Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Panut Mulyono mengatakan internalisasi empat konsensus tersebut antara lain dituangkan melalui kurikulum program di luar kelas seperti kuliah kerja nyata (KKN). Melalui kegiatan KKN, mahasiswa diharapkan belajar akulturasi dan mengenal masyarakat yang ada di daerah tempat KKN.

Senada, Rektor Universitas Negeri Padang Prof. Janefri mengatakan dalam menangkal terorisme dan radikalisme, Universitasnya menggunakan pendekatan multikultural dan budaya lokal seperti tradisi yang dianut di masyarakat. (P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya