Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
ANGGOTA Dewan Pembina Perludem Titi Anggraeini mengatakan Pasal 299 dalam draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang mengatur tentang pemilih khusus sebagai pengaturan yang progresif untuk melindungi hak warga negara.
Akan tetapi, harus dengan proses pendataan yang transparan, akuntabel dan bisa diakses publik. Sehingga, daftar pemilih khusus tersebut tidak disalahgunakan oknum untuk memanipulasi data pemilih.
"Karena realitanya masih ada warga negara kita yang saat ini masih belum memiliki identitas kependudukan. Padahal nyata-nyata sebagai warga negara Indonesia. Tapi, saya kira itu gagasan progresif yang perlu didukung dan merupakan langkah DPR yang berkemajuan," ujar Titi saat dihubungi, Sabtu (30/1).
Baca juga: Kapolri Berharap Pesan Kamtibmas Digaungkan Lewat Dakwah
Terkait pelarangan HTI dalam menjadi peserta pemilih, pengaturan itu dikatakannya tidak proporsional bahkan berlebihan dalam mengatur pencalegan. Selain itu, kebijakan tersebut kurang sejalan dengan beberapa putusan MK yang menjadi rujukan pembuatan aturan terkait pencalonan bekas anggota HTI.
Hal tersebut dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 011-017/PUU-I/2003, yang membatalkan ketentuan persyaratan caleg DPR, DPD dan DPRD dalam Pasal 60 huruf g UU Nomor 12 Tahun 2003. Aturan itu berbunyi bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam G30S/PKI, atau organisasi terlarang lainnya.
"Sehingga dalam pemilu setelahnya, mereka bisa mencalonkan di pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD. Namun, untuk pemilu presiden memang masih berlaku larangan tersebut," imbuh Titi.
Baca juga: Dugaan Pemukulan oleh Nurhadi, Maqdir Minta Semua Pihak Diperiksa
Berikut, terdapat Putusan MK No. 56/PUU-XVII/2019 yang mengatur masa jeda selama 5 tahun bagi pencalonan mantan terpidana yang ingin maju pilkada. "Saya kira untuk pencalegan bekas anggota HTI, bisa diberlakukan ketentuan yang moderat berupa pemberlakuan masa jeda sebelum pencalonan. Seperti halnya pencalonan bagi mantan terpidana," pungkasnya.
Teknis penerapan harus diatur dengan baik dan komprehensif, yakni diperjelas pihak yang memiliki otoritas untuk menyatakan seseorang sudah menjadi bekas anggota HTI.(OL-11)
PUTUSAN MK No.135/PUU-XXII/2024 memunculkan nomenklatur baru dalam pemilu.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengusulkan agar pemilihan gubernur dipilih oleh pemerintah pusat atau presiden, sementara kepala daerah bupati atau walikota dipilih melalui DPRD.
Titi menekankan DPR harus segera membahas RUU Pemilu sebab putusan MK tidak bisa menjadi obat bagi semua persoalan pemilu saat ini.
Taiwan menggelar pemilu recall untuk menentukan kendali parlemen.
Menurut Perludem, putusan MK sudah tepat karena sesuai dengan konsep pemilu yang luber dan jurdil, dan disertai dengan penguatan nilai kedaulatan rakyat.
Banyak negara yang meninggalkan e-voting karena sistem digitalisasi dalam proses pencoblosan di bilik suara cenderung dinilai melanggar asas kerahasiaan pemilih
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved