Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PENGAMAT Hukum Lingkungan dan Kehutanan, Dr.Sadino, SH, MH, menyayangkan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD yang mempersoalkan penguasaan lahan hak guna usaha (HGU).
Sadino menjelaskan bahwa pihak swasta memperoleh lahan HGU secara sah setelah melalui proses panjang dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pemerintah, lanjut dia, juga semestinya tidak khawatir karena sejatinya prinsip HGU adalah tanah milik negara yang dipinjamkan kepada pelaku usaha dalam kurun tertentu. Ketika waktu yang ditentukan usai, lahan tersebut akan kembali menjadi milik negara.
"HGU kan prinsipnya tanah negara. Kalau sekarang digunakan pelaku usaha itu karena ada dasar hukumnya. Itu jelas diatur jadi ya tidak bisa diganggu gugat," ujar Sadino kepada Media Indonesia, Minggu (27/12).
Ia juga menjelaskan terkait penguasaan lahan ratusan ribu hektare oleh segelintir pihak. Menurutnya, hal tersebut terjadi karena selama ini pemerintah tidak pernah membatasi kepemilikan HGU.
"Selama ini ada tidak regulasi yang membatasi kepemilikan HGU? Tidak ada. Luasnya maksimal berapa, itu tidak pernah diatur. Itu udah seperti pasar bebas. Kalau sekarang pemerintah mempermasalahkan jadi aneh sekali," terangnya.
Sadino berpandangan, jika hendak mengevaluasi regulasi terkait kepemilikan HGU, pemerintah seharusnya melakukan komunikasi yang baik dengan para pelaku usaha. Tidak berbicara sepihak di media sosial hingga menimbulkan kegaduhan.
Ia pun memiliki beberapa masukan yang diharapkan dapat dipertimbangkan pemerintah.
"Kalau memang ada pihak yang memegang sampai ratusan ribu hektare, ya dibatasi saja. Jangan ditambah lagi kalau mereka mengajukan penambahan. Dorong mereka meningkatkan produktivitas tanpa harus menambah lahan," jelas Sadino.
Namun, kebijakan tersebut harus diimbangi dengan munculnya pelaku-pelaku usaha baru yang bisa mengelola lahan terlantar untuk kemudian diubah menjadi HGU.
Di sini, menurut Sadino, kembali muncul persoalan besar. Tidak banyak pelaku usaha di Tanah Air yang memiliki kemampuan berbisnis dengan baik di sektor perkebunan. Itulah yang menjadi alasan mengapa sebagian besar lahan HGU dimiliki segelintir orang saja.
"Berbisnis di sektor perkebunan itu sangat sulit. Bukan berarti ketika kita punya lahan kemudian ditanami sawit, persoalan selesai. Tidak seperti itu," ucapnya.
Pelaku usaha perkebunan, sambung Sadino, harus memiliki jaringan yang kuat dari hulu sampai hilir. Setidaknya, mereka harus memiliki pabrik pengolahan untuk mengolah hasil panen di kebun mereka.
"Jika hanya mengandalkan jualan buah mentah saja ya perkembangannya tidak akan besar. Itulah yang banyak terjadi pada petani-petani kecil yang hanya punya kebun dan menjual buah," paparya.
Bahkan, ia menuturkan, Sandiaga Uno saja memutuskan untuk melepas bisnisnya di sektor kelapa sawit dengan menjual kebun-kebunnya.
"Usaha perkebunan terutama sawit itu berat kalau tidak punya industri dari hulu sampai hilir. Harus punya modal besar dan master plan bisnis yang jelas," tandasnya. (Pra/OL-09)
Lahan negara bebas ex eigendom bisa disertakan dalam program PTSL tapi salah satu syaratnya adalah lahannya harus clear dan clean
lantaran PT Indobuildco telah mengajukan pembaruan sejak 1 April 2021, Ahli menilai korporasi tersebut masih punya hak melakukan pengelolaan meski masa perpanjangan HGB telah berakhir.
Konservasi menghadapi tantangan besar karena di awal konsep konservasi sudah salah, di mana negara memisahkan rakyat dari wilayah konservasi
WARGA Sumatra Utara mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menangani sengketa lahan di sana
PTPN 5 sebut idealnya lahan Sinama Nenek yang diserahkan kepada masyarakat bisa dijadikan mitra petani plasma dengan perusahaan
Pertimbangan lain majelis untuk menutup informasi dokumen HGU adalah isu keamanan negara di Papua dan masalah kampanye hitam terhadap industri sawit.
Tingkat deforestasi tertinggi, yakni 3,5 juta hektare (ha) yang pernah terjadi di Indonesia pada periode 1996-2000, turun drastis menjadi 0,44 juta ha pada periode 2017-2018.
Pada 2020, Rusia merupakan negara dengan hutan terluas di dunia, sedangkan Indonesia berada di urutan ke-8.
Dia menegaskan keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia bukan diciptakan manusia. Kondisi itu merupakan berkah alam, sehingga menjaganya juga penting.
Pemerintah miliki 978 hektare di 20 provinsi yang sedang dibahas untuk mekanisme redistribusi
Perpanjangan moratorium diperlukan untuk terus menekan laju deforestasi dan mencapai target Indonesia dalam mitigasi perubahan iklim.
Pemantauan teranyar menyebutkan, deforestasi terus menurun dari 0,48 juta hektare pada 2016-2017 menjadi 0,44 juta hektare pada 2017-2018.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved