Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Penjelasan Jokowi soal UU Cipta Kerja Belum Tenangkan Buruh

Dhika Kusuma Winata
10/10/2020 23:00
Penjelasan Jokowi soal UU Cipta Kerja Belum Tenangkan Buruh
Unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja(Antara/Feny Selly)

ELEMEN serikat buruh menyatakan belum bisa tenang atas penjelasan Presiden Joko Widodo yang meluruskan berbagai informasi terkait UU Cipta Kerja (Ciptaker). Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai adanya disinformasi terkait UU Ciptaker lantaran DPR belum menyampaikan ke publik draf final beleid tersebut.

"(Penjelasan Presiden) sebenarnya belum membuat kami tenang karena memang acuan kami yakni pembahasan yang ada di Panja DPR termasuk draf awalnya. Persoalan yang disebutkan disinformasi dan hoaks sebenarnya bisa diselesaikan kalau draf final itu disampaikan," kata Ketua Departemen Komunikasi KSPI Kahar S Cahyo dalam diskusi daring soal UU Ciptaker, Sabtu (10/10).

Kahar menyebutkan pada prinsipnya buruh mendukung pembukaan lapangan kerja dan menghilangkan hambatan-hambatan investasi. Namun, hal itu juga harus tetap mengutamakan perlindungan dan tidak mereduksi hak-hak pekerja.

"Mempermudah atau menghilangkan hambatan investasi itu kami setuju. Tapi yang kami minta adalah secara bersamaan agar proteksi terhadap buruh itu juga diutamakan, juga menjadi prioritas yang tidak boleh diabaikan," ucap Kahar.

Baca juga : Kowani Sesalkan Anak Terlibat Demo UU Cipta Kerja

Ia menyebutkan dari pengamatan serikat buruh, UU Ciptaker membuka pintu untuk pengurangan hak-hak buruh. Misalnya terkait upah minimum kabupaten/kota yang hanya dipersyaratkan dan yang wajib ditetapkan hanya upah minimum provinsi. Kemudian, imbuhnya, pesangon yang minimal 32 kali gaji juga diubah menjadi maksimal 25 kali gaji.

"Contoh lain soal outsourcing misalnya. Pembatasan outsorcing yang tadinya hanya lima jenis pekerjaan kemudian pembatasan itu dihilangkan. Kita bisa menafsirkan semua jenis pekerjaan di omnibus law bisa di-outsourcing," jelasnya.

Contoh lain, lanjut Kahar, sejumlah hak cuti seperti cuti melahirkan memang masih diberikan dalam omnibus law. Namun hak lain seperti cuti panjang bagi yang sudah bekerja enam tahun diatur bukan sesuatu yang mutlak. Pada omnibus law, ujarnya, cuti panjang hanya bisa didapatkan jika diatur di peraturan perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

"Kalau tidak diatur (di perusahaan) buruh tidak bisa mendapatkannya. Perubahan-perubahan seperti ini yang kami kritisi. Memang cutinya masih ada tapi ada beberapa persyaratan dan reduksi. Perubahan struktur upah minimum juga menjadi batasan yang kami anggap itu menjadi pintu masuk mereduksi hak buruh," ucapnya. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya