Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
KEJAKSAAN Agung (Kejagung) melakukan gelar perkara kasus dugaan suap jaksa Pinangki Sirna Malasari, Selasa (8/9) pagi.
Dalam gelar perkara itu, Kejagung mengundang Bareskrim Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Kejaksaan (Komjak) serta Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam).
Pantauan di lokasi, keempat instansi itu telah hadir dan memasuki Gedung Bundar Tindak Pidana Khusus Kejagung, Jakarta Selatan. Gelar perkara kasus suap itu dilakukan tertutup.
Awak media menunggu di luar gedung. Sementara itu, aparat penegak hukum seperti kepolisian tampak berjaga-jaga di sekitar gedung.
Baca juga: Eks JAM-Intel Pernah Komunikasi dengan Joker
Kejagung akan menyampaikan hasil gelar perkara siang nanti sekitar pukul 13.00 WIB. Hal yang diekspose, yakni konstruksi perbuatan, sangkaan pasal, hingga keterlibatan.
Salah satu yang akan diekspose adalah tujuan eks Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Kejagung Jan Samuel Maringka menghubungi terpidana Joko Tjandra saat menjadi buron.
Jan mengaku dua kali menelepon Joko Tjandra, yakni pada 2 dan 4 Juli 2020. Sementara buronan kasus korupsi hak tagih Bank Bali itu ditangkap pada 30 Juli 2020 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Jaksa Pinangki ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap dari Joko Tjandra untuk mengurus fatwa MA. Fatwa itu bertujuan untuk membebaskan Joko Tjandra dari eksekusi Kejaksaan Agung atas kasus korupsi hak tagih Bank Bali.
Pinangki diduga menerima suap sebesar US$500 ribu atau setara Rp7 miliar.
Pinangki disangkakan melanggar Pasal 5 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dengan hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp250 juta.
Teranyar, Pinangki dikenakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pinangki diduga menyamarkan uang suap yang diterimanya menjadi sejumlah barang mewah. (OL-1)
Berdasarkan sidang KKEP, Irjen Napoleon Bonaparte dikenakan saksi administrasi berupa mutasi bersifat demoasi selama tiga tahun, empat bulan.
MA menolak kasasi yang diajukan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte.
Vonis kasasi itu diputuskan pada 3 November 2021 oleh majelis hakim Suhadi selaku ketua dengan hakim anggota Eddy Army dan Ansori.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memotong hukuman eks jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.
Saat menjabat sebagai Kadiv Hubinter Polri, Napoleon terbukti menerima suap sebesar US$370 ribu dan Sing$200 ribu atau sekitar Rp7,2 miliar dari Joko Tjandra
KOMISI Yudisial (KY) akan melakukan anotasi terhadap putusan majelis hakim tingkat banding yang memangkas hukuman Joko Soegiarto Tjandra.
Reny Halida Ilham Malik tercatat dikenal salah satu hakim yang menyunat hukuman jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun penjara menjadi 4 tahun bui di tingkat banding.
Napoleon tidak diberikan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sebagai anggota Polri walau terbukti melakukan korupsi.
Berikut deretan jaksa yang terjerat dalam kasus hukum.
Pernyataan itu menanggapi diperolehnya hak pembebasan bersyarat bagi para narapidana tindak pidana korupsi (tipikor) yang salah satunya mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari.
"Pinangki Sirna Malasari telah diberhentikan secara tidak hormat baik sebagai jaksa maupun pegawai negeri sipil atau aparatur sipil negara Kejaksaan RI."
Keputusan pemecatan Pinangki itu berdasarkan Keputusan Jaksa Agung RI Nomor 185 Tahun 2021 tanggal 06 Agustus 2021.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved