Headline
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Isu parkir berkaitan dengan lalu lintas dan ketertiban kota.
MAHKAMAH Konstitusi (MK) menolak permohonan periodisasi masa jabatan hakim agung yang diajukan Aristides Verissimo de Sousa Mota. Hakim konstitusi Wahiduddin Adams yang membacakan pertimbangan Mahkamah, mengatakan terdapat inkonsistensi dan kontradiksi antara posita permohonan dan petitum permohonan.
Pada posita permohonan, pemohon menguraikan masa jabatan hakim agung yang menurut pemohon seharusnya dibatasi lima tahun dan maksimal hakim agung hanya menjabat selama dua periode (10 tahun). Akan tetapi, pada petitum permohonan justru meminta ketentuan Pasal 7 dan Pasal 11 Undang-Undang No 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung bertentangan dengan UUD 1945.
“Jika petitum yang dikabulkan justru akan menimbulkan kekosongan hukum karena ketiadaan pengaturan mengenai syarat-syarat untuk diangkat menjadi hakim agung dan alasan-alasan pemberhentiannya,” ujarnya di Gedung MK, Jakarta, kemarin.
Sebagaimana diketahui Aristides Verissimo mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA) tentang usia maksimal pensiun bagi hakim agung tetap 70 tahun.
Selain itu, sambung Wahududdin, inkonsistensi dan kontradiksi juga terdapat pada bagian kedudukan hukum dengan posita permohonan. Pada bagian kedudukan hukum, pemohon menyatakan mempunyai hak untuk mengajukan permohonan a quo. Namun, pada bagian posita permohonan, pemohon mengatakan tidak mengalami kerugian materiel dengan adanya Pasal 7 dan Pasal 11 UU MA.
Pemohon menungkapkan ketentuan dua pasal itu bersifat diskriminatif karena tidak membatasi masa jabatan hakim agung. Namun, dia mengaku tidak ada kerugian materiel, hanya tanggung jawab moral untuk melakukan pengujian permohonan.
Kabulkan
Di sidang berbeda, MK mengabulkan penarikan permohonan pengujian formil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/ atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang.
“Mengabulkan penarikan kembali permohonan para pemohon,” ujar hakim konstitusi Anwar Usman selaku ketua majelis dalam sidang pembacaan ketetapan MK dan pengucapan putusan atas pengujian sejumlah undang-undang.
Dengan demikian, MK menyatakan penarikan kembali mengakibatkan permohonan a quo tidak dapat diajukan kembali. Disampaikan Anwar, rapat permusyawaratan hakim pada 24 Agustus 2020 telah menetapkan bahwa pencabutan atau penarikan kembali permohonan Nomor 51/ PUU-XVIII/2020 ialah beralasan menurut hukum dan para pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan a quo.
Uji formil UU No 2/2020 ke MK dimohonkan Prof Dr M Sirajuddin Syamsuddin, pengurus pusat Persis, Wanita Al-Irsyad, pengurus besar Pemuada Al-Irsyad, Akurat Indonesia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Catur Bhakti, KAMMI, dan organisasi Wanita Islam.
Mereka sebelumnya melakukan pengujian materi Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 1, angka 2, dan angka 3, Pasal 27 dan Pasal 28 dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, kemudian menarik permohonan itu. (P-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved