Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
PENILAIAN terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana korupsi bisa dilihat dari gaya hidupnya.
Selain itu, tambah Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata , bisa dilihat dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) secara daring.
"Sebetulnya, sangat mudah menilai pejabat melakukan penyimpangan korupsi atau tidak, tinggal cek saja kekayaanya di LHKPN," kata Alex saat saat penyerahan barang rampasan korupsi di Jakarta, Kamis (16/7).
Baca juga : Pemerintah Resmi Ajukan RUU BPIP Gantikan RUU HIP
"Atau yang lebih gampang, refleks seseorang melakukan penyimpangan atau tidak bisa dilihat dari lifestyle, mobilnya apa, rumahnya dimana dan bandingkan dengan penghasilan yang bersangkutan," imbuhnya.
Perhatian terhadap pejabat publik yang menyimpang seharusnya bisa dipantau oleh atasannya. Namun seringkali pemantauan yang dilakuakan terlambat.
Seperti halnya, Gayus Tambunan pegawai golongan 3B bisa menumpuk harta kekayaan Rp100 miliar. Lalu, mantan Bupati Pangkalan Fuad Amin dua periode menjabat bupati nilai yang disita hampir Rp500 miliar. (OL-2)
Pria yang kerap disapa Eddy itu juga menepis anggapan bahwa klausul tersebut tidak berpihak pada pemberantasan korupsi.
Pemerintah dan DPR seharusnya melibatkan peran aktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam merumuskan RUU KUHAP
Budi mengatakan, lahan sawit itu masih beroperasi selama enam bulan pascadisita KPK. Total, Rp3 miliar keuntungan didapat dari kegiatan sawit di sana, dan kini disita penydiik.
Pencegahan kepada saksi dilakukan agar mudah dipanggil, saat keterangannya dibutuhkan penyidik.
KPK berharap mereka berdua memenuhi panggilan penyidik.
Dua saksi itu yakni Notaris dan PPAT Musa Daulae, dan pengelola kebun sawit Maskur Halomoan Daulay.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved