Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan siap berkomitmen memberikan kepastian hokum dalam penanganan perkara.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menanggapi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD yang meminta seluruh aparat penegak hukum, termasuk KPK, untuk tidak menggantung-gantungkan kasus.
Namun Alexander mengakui sejumlah perkara memang belum tuntas, di antaranya kasus BLBI dan dugaan korupsi pengadaan mobile crane menjerat eks Dirut Pelindo II RJ Lino.
"Kasus BLBI itu kan SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung) sekarang KPK sedang mengajukan PK (Peninjauan Kembali) dan kita tunggu putusan Mahkamah Agung. Kasus RJ Lino ini sudah memasuki tiga kepemimpinan KPK. Kita akan segera memberikan kepastian," ucap Alexander di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/6).
Alexander menyatakan dalam penanganan perkara KPK bekerja keras dalam aspek pembuktian. Terkait RJ Lino yamg sudah ditersangkakan sejak 2015 namun penyidikannya tak kunjung rampung, KPK memiliki kendala soal audit kerugian keuangan negara.
"Yang bersangkutan (RJ Lino) disangkakan melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 (UU Tipikor). Pasal-pasal itu ada unsur kerugian negara yang harus kita buktikan. Nah itu sangat bergantung pada hasil audit BPK. Sejauh ini hasil auditnya belum kita terima," ucap Alexander.
Ia juga mengatakan KPK memiliki kendala lain terkait dokumen dan data harga penjualan dari perusahaan Tiongkok yang merupakan sumber pengadaan crane Pelindo II.
Baca juga : KPK Tahan Mantan Pimpinan DPRD Jambi
"Kita tidak mendapatkan (data dari perusahaan Tiongkok). Tetapi kemudian kami menggunakan ahli untuk menghitungnya kemudian kami minta BPK apakah dengan hitungan seperti itu cukup untuk membuktikan (kerugian negara)," imbuh Alex.
Sebelumnya Menko Polhukam Mahfud MD meminta KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri untuk tidak lagi menggantung-gantungkan perkara hukum yang ditangani.Mahfud meminta agar penanganan kasus hukum di masing-masing lembaga berjalan dengan menjamin kepastian hukum.
"Di Kejaksaan Agung, di kepolisian banyak kasus terkatung-katung. Banyak perkara yang P-19 ke P-21 ke P-17 atau P-18 itu sering. Banyak kasus bolak-balik begitu. Lalu kita minta agar Kejagung dan kepolisian itu bagaimana menyelesaikan itu agar tidak bolak-balik. Segera ada kepastian hukum. Kalau harus diproses ya diproses, kalau tidak jangan bolak-balik gitu," ucap Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (23/6).
Untuk KPK, Mahfud juga meminta agar komisi antirasuah tidak banyak menunggak perkara. Mahfud juga meminta agar penegakan hukum di KPK tidak mudah terbawa arus opini publik. Menurut Mahfud, tindakan yang dilakukan KPK harus berpijak pada substansi dan prosedur hukum, bukan dari opini.
"Di KPK juga begitu, jangan terlalu banyak menggantung kasus dan diombang-ambingkan oleh opini. Ada aturan-aturan hukum di mana KPK harus segera mengambil tindakan yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum baik substansial maupun proseduralnya. Sehingga hukum itu tidak boleh bekerja diombang-ambingkan oleh opini masyarakat," imbuh Mahfud.
Pada Senin (22/6) kemarin, Mahfud mengumpulkan Ketua KPK Firli Bahuri, Jaksa Agung ST Burhanudin, dan Kapolri Idham Aziz di kantor Kemenko Polhukam Jakarta. Dalam kesempatan itu lah permintaan Mahfud mengenai persoalan penegakkan hukum disampaikannya.
Selain tiga pimpinan penegak hukum tersebut, hadir pula dalam pertemuan yakni Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menko PMK Muhadjir Effendy. Menurut Mahfud, semua pihak dalam pertemuan sepakat untuk menegakkan hukum lebih profesional.
"Begitu saja kemarin (pertemuannnya) dan kesepakatannya semua akan lebih profesional bekerja," ujarnya. (OL-2)
Pria yang kerap disapa Eddy itu juga menepis anggapan bahwa klausul tersebut tidak berpihak pada pemberantasan korupsi.
Pemerintah dan DPR seharusnya melibatkan peran aktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam merumuskan RUU KUHAP
Budi mengatakan, lahan sawit itu masih beroperasi selama enam bulan pascadisita KPK. Total, Rp3 miliar keuntungan didapat dari kegiatan sawit di sana, dan kini disita penydiik.
Pencegahan kepada saksi dilakukan agar mudah dipanggil, saat keterangannya dibutuhkan penyidik.
KPK berharap mereka berdua memenuhi panggilan penyidik.
Dua saksi itu yakni Notaris dan PPAT Musa Daulae, dan pengelola kebun sawit Maskur Halomoan Daulay.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved