Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Kritik Sosial Disajikan melalui Film Puisi

Cahya Mulyana
08/3/2020 08:30
Kritik Sosial Disajikan melalui Film Puisi
Pendiri Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Denny Januar Ali.(MI/ADAM DWI)

CARA baru untuk melontarkan kritik sosial di era digital saat ini antara lain dengan memfilmkan puisi kritik dan disebar di media sosial. Cara tersebut dilakukan pendiri Lingkaran Survei Indonesia Denny JA.

Ia meluncurkan film puisi kritik sosial berjudul Kutunggu di Setiap Kamisan. “Kisah cinta yang terselip di aksi 400 Kamis seberang Istana,” katanya melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, kemarin.

Denny mengangkat demo Kamisan di seberang Istana yang sudah belangsung 10 tahun lebih. Setiap Kamis, mereka berkumpul dengan payung hitam mencari keluarga yang hilang. Diduga keluarga yang hilang itu karena kasus politik. “Lama dan bertahan­nya aksi demo setiap Kamis itu feno­menal,” ujarnya.

Menunggu orang tercinta yang hilang, suami atau anak atau anggota keluarga sungguh menyentuh. “Dipilihnya lokasi di seberang Istana dengan payung hitam juga strategis,” imbuh Denny.

Itu sebabnya dia ingin ikut mengeskpresikan aksi Kamisan tersebut. Awalnya, pada 2015 ia membuat puisi esai yang panjang soal aksi itu. “Ini puisi yang dipenuhi catatan kaki soal data aksi dan setting politiknya.”

Ia mengaku membaca hasil riset Survei of Public Participation in the Arts 2015, untuk populasi Amerika Serikat. Kesimpulannya, puisi semakin jarang dibaca. Dalam dunia seni, puisi dan opera dua hal yang paling kurang diminati. Sebaliknya, film menjadi eks­presi seni yang paling populer.

Sejak lama, Denny berniat memfilmkan, memvisualkan aneka puisi esainya. Bersama Hanung Bramantyo pada 2014, dia memfilmkan lima puisi esainya menjadi lima film kritik sosial bertema diskriminasi.

Kini di tahun 2020, ia menggabungkan artis, aktor, dan animasi untuk filmnya yang keenam, demo Kamisan. “Film itu memang kisah cinta. Namun, dalam kisah cinta itu, tergambar pula aneka kisah politik yang menghilang paksakan warga negara.”

Ia mengaku juga tengah mempersiapkan 34 skenario film yang semuanya berdasarkan puisi esai. Semuanya menggambarkan kearifan lokal di 34 provinsi Indonesia. (Cah/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya