Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
MAJELIS Pemusyawaratan Rakyat (MPR) diminta berhati-hati dalam rencana mengamendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 terkait dengan penghidupan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Masyarakat luas harus dilibatkan.
“Jangan sampai nanti bergulir bahwa wacana amendemen UUD sekadar kepentingan elite politik. Kalau mau melibatkan rakyat, yang adil ya dilakukan referendum,” kata pakar hukum tata negara Juanda dalam diskusi bertajuk Menghidupkan GBHN, Menghidupkan Orba? yang digelar Medcom.id di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, kemarin.
Juanda menekankan masyarakat perlu penjelasan secara gamblang poin-poin mana saja yang akan diubah. Dalam wacana yang saat ini bergulir belum begitu terang apa yang akan diamendemen beserta konsekuensi politiknya.
Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam negeri (IPDN) itu mengkhawatirkan amendemen mengandung konsekuensi kemungkinan pemakzulan presiden bila dianggap tidak menjalankan haluan negara, seperti pada masa Orde Baru. Pun, bisa saja amendemen diarahkan untuk mengembalikan kekuasaan MPR dalam memberhentikan kepala negara.
Wakil Ketua MPR Syarif Hasan mengatakan pihaknya dalam beberapa bulan terakhir gencar melakukan sosialisasi dan menampung masukan. Ia mengakui saat ini belum ditetapkan arah amendemen apakah sebatas menghidupkan kembali GBHN atau juga menyangkut pasal lain.
Syarif membeberkan saat ini ada tiga pandangan. Pertama, amendemen terbatas pada penghidupan GBHN. Kedua, tidak diperlukan pokok haluan negara lantaran sudah ada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 mengenai Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Ketiga, revisi total kembali ke UUD 1945 asli.
“Yang mendapat perhatian memang GBHN. Alasannya karena selama ini tidak ada sinergi pembangunan antara pusat dan daerah,” ungkapnya.
Menurut Syarif, MPR kini masih menampung usulan, baik yang pro maupun kontra terhadap rencana amendemen. MPR periode ini bakal memutuskannya meski tidak terburu-buru. “Yang jelas karena ini (wacana amendemen) sudah dua kali periode, maka kurang bagus kalau tidak ada keputusan.” (Dhk/P-2)
MOMENTUM Agustus 2023 perlu diingat sebagai waktu negara ini telah dijalankan selama 21 tahun berdasarkan konstitusi hasil amendemen.
Vladimir Putin berpeluang berkuasa hingga 2036 lewat pemungutan suara fantastis untuk mengubah undang-undang dasar yang akan memungkinkannya berkuasa lagi selama dua masa kepresidenan.
Pengumuman dari komisi pemilihan Rusia bahwa hampir 78% pemilih telah mendukung amandemen undang-undang dasar tersebut.
Penghapusan kriteria tersebut membuka jalan bahkan bagi warga India yang bukan penduduk Kashmir untuk membeli tanah di wilayah Himalaya itu.
Jika Lukashenko mengajukan dirinya sebagai kandidat untuk pemilu pada tahun 2025, dia mungkin akan tetap berkuasa selama sepuluh tahun lagi.
Saat ini, semua pihak lebih baik berkonsentrasi menuntaskan masalah covid-19 yang membuat ekonomi masyarakat terpuruk
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved