Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
INDONESIA Corruption Watch (ICW) mengkritik sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terkesan tidak tegas dan ragu-ragu dalam menangani kasus dugaan suap oleh caleg PDIP, Harun Masiku. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai kerja KPK cenderung lambat dalam menangani kasus yang melibatkan komisioner KPU, Wahyu Setiawan tersebut.
"Sebenarnya ini juga bagian dari kritik kita pada KPK karena sampai hari ini sikapnya tidak jelas. KPK tidak bisa menjelaskan apakah surat izin pengeledahan itu dihambat dewas atau memang sedari awal tidak pernah dikirimkan surat izin penggeledahan itu. Itu yg harus dijelaskan KPK hari ini," ujar Kurnia di Kantor ICW, Jakarta, Senin, (20/1).
Baca juga: KPK Tindak Lanjuti Informasi Harun Masiku di Jakarta
Kurnia mengatakan, sampai saat ini informasi yang disampaikan KPK pada publik soal kasus Harun Masiku tidak pernah utuh. KPK cenderung enggan memberikan informasi dengan detail. Hal itu menimbulkan berbagai pertanyaan pada publik.
"Kita tidak melihat Firli Bahuri disitu yang menjelaskan sikap-sikap kelembagaan yang jelas. Sekarang kan mencla-mencle sikap KPK saat ini," ujar Kurnia.
Ia mengatakan KPK bertanggung jawab kepada publik untuk terbuka menyelesaikan kasus Harun yang telah terlanjur terpublikasi tersebut. Penyelesaian kasus tersebut akan sangat menentukan penilaian publik pada kepemimpinan KPK saat ini.
Sementara itu, Kurnia juga mengimbau agar PDIP dapat bersikap koperatif. Komitmen PDIP dalam memberantas korupsi sangat penting dibuktikan dengan mau bekerja sama dengan baik dalam kasus Harun.
"Karena ini kan sebenarnya casenya bukan soal PDIP, ini soal Harun Masiku yang merupakan caleg yang berasal dari PDIP. Lagian ini konteksnya masih penyelidikan kan harapannya bisa koperatif. Masa ruangan ketua MK bisa disegel, KPU bisa, tapi justru mungkin salah satu ruangan di kantor PDIP tidak bisa diperiksa KPK," ujar Kurnia.
Ia berharap PDIP dan kadernya tidak membela Harun. Salah satunya dengan menggiring opini bahwa Harun adalah korban dan harus mendapatkan perlindungan dari LPSK.
"Jangan ada upaya untuk mengenyampingkan isu utamanya. Harun itu sudah jelas disangka melakukan tindak pidana korupsi memberi suap ke penyelenggara negara yang mana ini adalah komisioner KPU. Jelas-jelas tersangka kok bisa dikatakan korban. Kalau dia tidak sepakat dengan penetapan tersangkanya, dia datang ke KPK, dia jelaskan pembelaan dia. Kalau dia tidak sepakat, dia gugat praperadilan. Kan itu mekanismenya," pungkasnya. (OL-8)
Itulah pertaruhan penegakan hukum di negeri ini. Hukum yang wajahnya penuh jelaga. Hukum yang katanya sama untuk semua tapi faktanya beda-beda tergantung siapa yang berpunya dan berkuasa.
BURONAN KPK Harun Masiku tercatat dalam daftar pemilih dalam Pilkada Jakarta. Dia bisa memberikan suaranya di tempat pemungutan suara (TPS) 005, Rt 08, Rw 02, Grogol Utara.
OTT terhadap Edhy diakui Nawawi lebih mudah ketimbang usaha penangkapan Harun. Menurutnya, hal itu disebabkan karena Edhy menggunakan alat-alat komunikasi yang terbuka.
Kasus yang menjerat Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menjadi sorotan publik dan penuh teka-teki sejak 2020.
Untuk bisa memudahkan kembalinya HAR ke Indonesia, lanjut Ronny, membutuhkan kerja sama baik dengan Kementerian Luar Negeri, perwakilan maupun jalur kepolisian (Interpol).
Rumah kediaman istri dari Harun Masiku terlihat tertutup rapat sejak nama suaminya kembali ramai diberitakan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved