DUALISME kepemimpinan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dinilai cukup serius hingga kan berdampak besar di Pilkada 2020. Selain itu, keterbelahan kubu Oesman Sapta Odang (OSO) dan Wiranto tidak baik karena akan membunuh karakter masing-masing.
"Saya menduga masalah dualisme ini cukup serius. Terlalu berisiko kalau gimik dan dinamika politik biasa, karena saling tuduhnya sudah membunuh karakter," kata Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno saat dihubungi, Minggu (22/12).
"Kalau sekadar main-main dan trending topic tidak mungkin masalah tersebut diangkat ke publik seperti masalah isu jual beli partai Rp200 miliar yang saling menjatuhkan yang sangat berisiko," tambahnya.
Akibat dari konflik tersebut memang muncul isu penjualan partai senilai Rp200 miliar. Uang tersebut dinilai sebagai imbalan menyerahkan estafet kepemimpinan pucuk tertinggi partai.
OSO terpilih menjadi ketua umum Partai Hanura hasil musyawarah luar biasa pada 2016 lalu. Kemudian, ia terpilih kembali secara aklamasi dalam munas yang digelar kubunya pada pekan lalu, di Jakarta. Munas itu tidak diakui kubu Wiranto.
Dengan adanya konflik tersebut, Adi menilai Hanura terancam akan kehilangan suara di pilkada 2020 mendatang. Selain itu, citra partai akan semakin buruk karena masyarakat akan berpikir ulang bila ingin mencalonkan diri sebagai DPRD melalui Hanura.
"Akibatnya Hanura makin tidak berpotensi dan kehilangan posisi baik ke kandidat di partai lain sehingga partai tak lolos ke Senayan dan dualisme. Siapa pun jadi males jadikan Hanura sebagai kendaraan politiknya karena dualisme itu," ungkapnya. (P-2)