Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku telah menjerat 608 tersangka dalam berbagai kasus korupsi selama empat tahun terakhir. Hal itu diungkapkan pimpinan KPK periode 2016-2019 saat memaparkan hasil kinerja lembaga antirasuah itu di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/12).
"Ada 608 tersangka yang kami tangani dalam berbagai modus perkara," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.
Baca juga: Pakar: Bahaya Jika KPK tidak Diawasi
Menurut dia, ratusan tersangka itu berasal dari berbagai latar belakang profesi. Pihak swasta dan anggota DPR/DPRD menjadi yang paling banyak terjerat sebagai tersangka di KPK. Untuk swasta sebanyak 159 tersangka, anggota anggota DPR dan DPRD 156 tersangka, dan pejabat Eselon I-IV 99 tersangka.
Kemudian, kepala daerah 66 tersangka, hakim 9 tersangka, jaksa 7 tersangka, pengacara 7 tersangka, korporasi 6 tersangka, menteri/kepala lembaga 5 tersangka, gubernur 5 tersangka, dan lain-lain 97 tersangka.
Saut melanjutkan, selama empat tahun terakhir KPK sudah menggelar 87 operasi tangkap tangan (OTT). Dari operasi tersebut, telah dijerat 327 orang sebagai tersangka awal. Rinciannya, pada 2016 dilakukan 17 OTT dengan 58 tersangka, 2017 ada 19 OTT dengan 72 tersangka, 2018.ada 30 OTT dengan 121 tersangka, dan 2019 ada 21 OTT dengan 76 tersangka.
Untuk penetapan tersangka bagi korporasi, upaya tersebut merupakan yang pertama kali dilakukan KPK sejak lembaga antirasuah itu berdiri. Korporasi pertama yang dijerat ialah PT DGI dalam perkara pembangunan RS Pendidikan Udayana Bali pada 2017 silam.
Jumlah tersangka yang ditangkap melalui OTT, ucap Saut, hanya sebagian upaya KPK menjerat pihak-pihak lain yang idduga terlibat kasus.
"OTT itu tidak membuat KPK berhenti pada perkara pokoknya. Dari OTT KPK mendapat petunjuk yang menjadi pembuka jalan ke dugaan tersangka atau perkara lain. Terkadang KPK menyita hanya sejumlah kecil uang suap saat OTT, namun ketika dilakukan pengembangan banyak pihak yang kemudian dapat dimintai pertanggungjawaban," imbuh Saut.
Ia mencontohkan OTT dalam perkara usulan dana perimbangan keuangan daerah. KPK pernah menetapkan dua kepala daerah dan satu anggota DPR yang diduga terlibat dalam pengurusan dana perimbangan dalam APBN-P 2017 dan APBN 2018.
Ada pula OTT dalam perkara suap terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi yang dalam pengembangannya menyeret Gubernur Jambi Zumi Zola dan 11 anggota DPRD di provinsi yang sama.
Kasus lain ialah OTT terkait kasus dugaan suap alokasi dana hibah dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Dalam pengembangannga, KPK turut menjerat mantan Menpora Imam Nahrawi sebagai tersangka.
"OTT dapat membongkar persekongkolan tertutup yang hampir tidak mungkin dibongkar dengan metode penegakan hukum konvensional. Kami yakin, OTT selalu bisa menjadi petunjuk yang mengungkap kasus-kasus lain dan sampai saat ini selalu terbukti di pengadilan," tukas Saut. (Dhk/A-3)
Kenapa mereka berani mengusutnya? Apakah memang penegak hukum sudah kembali ke jalur yang semestinya dalam menegakkan hukum.
Itulah pertaruhan penegakan hukum di negeri ini. Hukum yang wajahnya penuh jelaga. Hukum yang katanya sama untuk semua tapi faktanya beda-beda tergantung siapa yang berpunya dan berkuasa.
Kenapa Mega melakukan blunder seperti itu? Akankah langkahnya justru akan menjadi bumerang?
Maukah KPK mengoptimalkan momentum ini untuk meninggalkan legacy yang baik?
KPK telah menetapkan lima tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi proyek Bandung Smart City.
Strategi penanggulangan korupsi dimulai dari memupuk nilai integritas.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved