Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) mengancam menjemput paksa CEO Lippo Group James Riady jika yang bersangkutan tidak memenuhi pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta tanpa memberi keterangan yang patut.
"Penyidik belum menerima pemberitahuan alasan ketidakhadiran tersebut. Jika tidak hadir tanpa alasan yang patut, tentu, sesuai hukum acara, dapat dilakukan pemanggilan kembali atau permintaan bantuan pada petugas untuk menghadirkan (jemput paksa)," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (12/12).
Febri mengatakan, saat ini, tim tengah menyusun agenda pemanggilan ulang James. Bos Lippo Group itu diharap bersikap kooperatif dan patuh terhadap proses hukum yang berjalan di Lembaga Antirasuah.
"Saat ini, penyidik akan menyusun langkah berikutnya agar saksi dapat hadir mematuhi perintah UU," tegasnya.
Baca juga: KPK Dalami Pertemuan James Riady dengan Mantan Bupati Bekasi
Ini bukan kali pertama James masuk daftar pemeriksaan KPK dalam kasus ini. Bos Lippo Group itu bahkan sempat dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan.
Pada persidangan 11 Februari 2019, jaksa KPK sempat membuka rekaman pembicaraan antara Kadiv Land Acquisition and Permit PT Lippo Cikarang Edi Dwi Soesianto dengan Bartholomeus.
Dalam percakapan tersebut, Toto menyampaikan kepada Edy bahwa James dan Billy Sindoro ingin menemui Neneng Hasanah Yasin selaku bupati Bekasi.
Setelah percakapan tersebut, James dan Billy akhirnya bertemu dengan Neneng di rumah dinas bupati pada awal Januari 2018.
Dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum, pertemuan James dengan Neneng itu diduga berkaitan dengan proyek Meikarta.
Dalam surat dakwaan itu juga, James sempat memperlihatkan gambar proyek pembangunan Meikarta kepada Neneng. Selepas pertemuan tersebut, PT Lippo Cikarang mengajukan permohonan IMB untuk 53 apartemen dan 13 basement dalam proyek Meikarta.
Permohonan tersebut dilayangkan pada Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Kabupaten Bekasi. Disinyalir serangkaian suap terjadi dalam proses penerbitan IMB tersebut.
KPK telah menjerat sebelas orang tersangka dalam kasus suap Meikarta. Teranyar, KPK menetapkan Bartholomeus dan Sekretaris Daerah Jawa Barat, Iwa Karniwa.
Iwa diduga menerima Rp900 juta untuk memuluskan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi Tahun 2017. Sedangkan, Bartholomeus merupakan pihak yang ditugaskan PT Lippo Karawaci untuk menyelesaikan izin pembangunan Meikarta dari Neneng Hasanah Yasin yang saat itu menjabat sebagai Bupati Bekasi.
Iwa Karniwa disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Bartholomeus disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1. (OL-2)
Kenapa mereka berani mengusutnya? Apakah memang penegak hukum sudah kembali ke jalur yang semestinya dalam menegakkan hukum.
Itulah pertaruhan penegakan hukum di negeri ini. Hukum yang wajahnya penuh jelaga. Hukum yang katanya sama untuk semua tapi faktanya beda-beda tergantung siapa yang berpunya dan berkuasa.
Kenapa Mega melakukan blunder seperti itu? Akankah langkahnya justru akan menjadi bumerang?
Maukah KPK mengoptimalkan momentum ini untuk meninggalkan legacy yang baik?
KPK telah menetapkan lima tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi proyek Bandung Smart City.
Strategi penanggulangan korupsi dimulai dari memupuk nilai integritas.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved